Jalan-Jalan ke Galunggung

Matahari belum menampakan diri ketika kereta Serayu yang kutumpangi perlahan melambat dan berhenti di stasiun Tasikmalaya. Kuambil tas di atas tempat bagasi lalu bergegas turun dari kereta. Stasiunnya ternyata kecil dan sepi, ga banyak penumpang yang turun bersamaku. Mereka pun menghilang ke tujuan masing-masing.

Aku masih bolak balik cek maps untuk memastikan arah yang bener ke Masjid Raya Tasikmalaya. Tak jauh ternyata, ga nyampe 15 menit aku pun nyampai disini. Masjidnya lumayan bagus mirip dengan masjid raya di kota kota lainnya. Kusempatkan untuk sembahyang subuh sambil menunggu agak terang di luar.

Setelah merebahkan punggung sebentar karena posisi duduk di kereta yang ga nyaman dan matahari sudah mulai muncul aku berjalan ke arah tempat Bubur Zainal, yang katanya sih bubur paling terkenal disini. Ternyata pas kucoba rasanya zonk, hanya bubur dengan toping ayam dan gorengan apa itu yang aku lupa namanya. Setengah porsi Rp20.000. Weleh ga bisa bayangin mesti ngabisin kalau seporsi. Rasanya dominan asin. Tapi ya namanya selera mungkin bagi orang lain itu enak banget ya gatahudeh.

Dengan naik angkot no 08 aku menuju terminal Indihiang. Tapi angkotnya mesti nyambung lagi, angkot sambungannya warna hijau dan tidak berada di area terminal tapi di pasar sebelah terminal. Sambil meunggu angkot aku mampir ke warung mie ayam. Sejujurnya walau itu mie ayam pinggir jalan tapi itu enak banget, belakangan aku baru tahu kalau di Tasik emang mie ayam banyak jenisnya dan enak enak. Percaya banget karena sempet nyobain di tiga tempat berbeda dan komenku cuma…uenakkkk. Enak kek mana sih? Jadi ayam tuh berasa ayam banget (yaiyalah masak berasa bebek), hmm maksudku ayamnya gurih, terus ada toppingnya gitu.

Perjalanan naik angkot sampai di pintu masuk Galunggung sekitar 45 menit dengan melewati jalanan sekitar perumahan berkelok kelok sejauh kurang lebih 12km. dari pintu masuk Galunggung kalau naik arah ke puncak Galunggung, kalau ke kanan arah ke pemandian air panas. Aku memilih naik duluan dengan menumpang ojek sampai di bawah tangga menuju puncak. Ada dua pilihan tangga, warna kuning dengan 620 anak tangga dan warna biru dengan 510 anak tangga. Aku memilih warna kuning untuk naik dan biru untuk turun.

Bagi orang yang kondisi badannya prima/sering olahraga mungkin tangga segitu mah kecil tapi bagiku…aku tergopoh gopoh untuk sampai ke atas. Entah berapa kali aku mesti berhenti untuk mengatur napas yang tersengal sengal. Oiya dikiri kanan tanggga banyak monyet berkeliaran jadi mesti waspada kalau membawa barang.

Untungnya aku naik bareng beberapa orang jadi ada teman sepenanggungan yang sama engap engapan. Selang beberapa waktu, sampai juga di atas. Karena masih pagi sebagian besar tertutup kabut. Sekarang kita ga bisa turun ke kawah ke area musalla di bawah karena bulan lalu longsor dan menutup musalla itu, sekarang hanya kelihatan kubahnya saja.

Yang paling kusuka di puncak Galunggung adalah udaranya yang seger dan dingin. Sengaja aku mampir ke dua warung yang berbeda sekedar ingin berlama-lama menikmati pemandangan dan suasana tenang disini.

Setelah puas, aku turun lewat tangga biru dan lanjut mandi air panas yang murah sekali cuman Rp5.000 kita bisa makai ruangan berendam privat kira kira setengah jam. Ah pokoknya enak banget ototnya jadi rasanya kendor semua setelah capek trekking. Setelah aku balik naik angkot dan dilanjut naik bus Primajasa ke Kampung Rambutan. Such nice weekend escape Tasik )

*tadinya pengen ke kampung Naga cuman nunggu angkutannya lama bener jadi langsung tancap gas balik waelah.

Iklan

Weekend Escape : Mengunjungi Suaka Elang dan Curug Cibadak

Assalamualaikum

Hola bray gimana kalian sehat?

Yang kerja sudah pada gajian? Yang masih kuliah sudah dapat kiriman dari orang tua? Sudahhhhhh.

Nah kalau sudah mari sini sini ngumpul, gua mau cerita.

Minggu lalu, teman-teman gua Para Pencari Curug (PPC) pada ngajakin ke curug lagi. Gua sudah excited tingkat dewa, eh pas gua tanya malam menjelang hari H acara batal karena beberapa teman gua lagi sakit.

Plan A batal dan untungnya sehari sebelumnya, Reni juga ngajakin gua ke Bogor ke daerah Suaka Elang Loji di kecamatan Cigombong, Bogor. Gua hubungi Reni dan hasilnya kita jadi kesana setelah calling-calling beberapa teman buat ikutan.

Pagi sekitar jam tujuh gua jemput teman gua –Risti- yang kosannya masih deketan sama kosan gua, terus kita langsung menuju ke stasiun Kalibata. Ga berapa lama Reni dan Grace datang juga, kita langsung ikutan KRL yang menuju Bogor. Nah di Bogor, temannya Reni datang jadi kita fix berlima untung trip weekend kali ini.

Sebelum berangkat, seperti biasa kita nyari sarapan di deket Jembatan Merah. Kita semua milih sarapan bubur. Lagi enak enak makan dan hujan pun turun. Sempet pada ragu apakah akan lanjut atau tidak. Yah namanya aja kota hujan, bukanlah hal aneh kalau hujan jadi kita mantap tetap lanjut nyari angkot buat dicarter. Ga sulit nyari angkot karena di Bogor ini sudah kayak jamur di musim hujan, buanyakkkkk.

Kita dapat satu angkot, tawar-menawar sampai deal Rp500.000 buat PP seharian. Biasanya sih sekitar Rp400k tapi karena suaka loji ini emang agak jauh, dekat ke Sukabumi jadi sepertinya wajar kalau agak mahalan. Abang sopirnya jemput temannya buat ganti shift, etdah baru ngerti gua kalau sopir angkot itu ada shift segala. Nah sopir pengganti juga ngajak sopir lainnya. Lah kok jadi sopirnya ganti ganti gini?

Oke lupakan soal sopir yang penting kita berangkat.

Mungkin karena pagi itu hujan jadi jalanan agak macet.

Beberapa jam kemudian gua cek di maps karena kok angkotnya udah masuk jalan raya Sukabumi. Ternyata kita kelewat. Mesti muter lagi sambil nanya nanya penduduk sekitar. Sekitar jam 12 lebih kita baru nyampe di SD tempat parkir untuk yang bawa mobil, untuk parkir motor masih bisa lanjut nanti parkirnya di bagian bawah.

Karena masih hujan ringan kita makan cilok. Dan ternyata disitu juga banyak rombongan dari Backpacker Jakarta yang sedang mau camping di Loji juga.

Drama Sandal

Begitulah gua sebut, sudah tahu mau trekking ke curug kokya Reni sama Grace pada pakai sepatu ala ngemall sehingga temannya itu mesti nyari sandal jepit di warung. Lucunya nih dianya juga pakai sandal selop dan ga ikutan beli sandal jepit. Baru nanti pas dia atas kerepotan karena sandalnya copot.

Dari SD itu kita mulai trekking, kalau hanya untuk sampai area camping/ suaka elang cuma paling 20 menit sudah nyampai. Nah begitu nyampai area camping kita salah baca plang “AREA CAMPING SUAKA ELANG”. Jadi kita membacanya penunjuk itu mengarahkan ke AREA CAMPING dan SUAKA ELANG. Ternyata suaka elangnya itu di bawah, sudah kelewat.

Akibat salah baca itu, kita tetep naik ke arah curug Cibadak karena beranggapan kalau Suaka Elangnya ada di atas.

“Pak kalau dari sini naik kira-kira berapa lama?” gua nanya penjaga tiket masuk.

“Paling cuma setengah jam aja kok” kata yang jaga.

Ada satu hal yang kami tidak teliti, setengah jam tentulah bagi dia yang sudah seperti rumahnya sendiri. Bagi kami, hampir sejam lebih untuk sampai curug karena jalan yang tanjakannya lumayan curam. Di beberapa tanjakan mungkin nyampai 45^.

Penampakan curug Cibadak agak beda dengan curug lainnya karena air nya tidak terjun melainkan mengalir di dinding tebing, mungkin setinggi 30 meteran. Pas kita nyampai sih pengunjung dikit tapi habis itu berdatangan segrup bocah bocah seumuran belasan tahun yang memenuhi hampir semua spot curug. Akhirnya kami memilih turun. Di area camping kami foto foto bentar terus langsung keluar area camping.

Nah pas di tengah jalan kami berpapasan dengan rombongan lain. Dia lagi cerita ke rombongan lainnya kalau di pertigaan dari jalan di depan kita itulah Suaka Elang.

Daebak, kebetulan banget kan. Kami nyari nyari ga nemu eh ternyata disitulah dia. Mampirlah kami ke area penangkaran elang. Di kandang elang itu hanya ada 2 ekor elang. Oh iya penangkaran elang ini merupakan tempat penyesuaian diri elang sebelum dilepas kembali ke alam.

Tak lama kami disitu, langsung turun kembali ke tempat parkir angkot dan kita kembali ke Bogor.

Kita minta didrop aja ke jalan Surya Kencana buat makan malam. Nyari soto Bogor ga dapat dapat, antara karena ada yang jualannya campur babi atau ada yang antriannya panjang banget. Akhirnya kita milih soto di kayak rumah makan gitu yang didepan tokonya juga jualan soto tapi kita milih yang di dalam, keputusan yang kami sesali karena nunggunya luama dan rasanya kayak air hambar. Sudah gitu sotonya dihargai Rp30.000 per porsi, kita sumpahin ga laku tu toko, gila aja harga segitu hanya untuk soto yang rasanya ga jelas.

Karena kesel dengan makan soto, kita akhirnya mampir ke café Cyrano buat makan lagi.

Setelah itu kita manggil grab untuk ngantar ke stasiun dan kami pun balik ke Jakarta.