Jalan Jalan Ke Kawah Putih Ciwidey

Beberapa tahun lalu ketika saya mengunjungi Tangkuban Perahu di sekitar Lembang, terbersit keinginan untuk sekalian mau ke Kawah Putih. Setelah sedikit banyak mencari info di gawai saya, kayaknya ga bisa untuk kesana sekalian secara Kawah Putih itu lumayan jauh di Bandung Selatan. Apalagi jika kesananya mau menggunakan angkutan umum, lebih tidak memungkinkan lagi karena waktu saya ke Bandung hanya Sabtu Minggu saja.

Kemaren keinginan itu terwujud juga, jadi karena ada libur di hari Jumat jadi saya bisa sedikit lebih nyantai kalau mau nyoba ke Kawah Putih dengan naik kendaraan umum.

Dari hotel tempat saya menginap di Bandung, Gojek menjemput saya karena sebelumnya sudah saya panggil lewat aplikasi di gawai saya. Tak nyampai 15 menit, jarak antara sekitaran Jalan Merdeka ke terminal Leuwi Panjang sudah terlewati. Karena hari ini akan menjadi hari yang panjang, saya menyempatkan diri sarapan kupat tahu di dekat pintu masuk terminal. Rasanya sih tak seenak di Magelang sana tapi cukup untuk mengobati rasa lapar sekaligus rasa kangen saya dengan Magelang.

Dengan perlahan saya menyusuri terminal Leuwi Panjang untuk mencari angkutan yang ke arah Ciwidey. Beberapa tukang ojek menawarkan diri untuk membawa saya kesana tapi saya menolak karena saya memang ingin mencoba merasakan angkutannya. Beberapa orang yang saya tanya mengarahkan saya ke arah antrian elf elf yang secara kasat mata sudah lusuh. Sedikit tak yakin muncul dalam benak saya, kok gini amat ya elfnya.

Saya lebih keheranan lagi saat sang supir mulai menata kami – yang kali ini ditata seperti barang dagangan- pepet sana sini sampai mentok penuh. Rupanya ini harga yang harus saya bayar untuk rasa penasaran saya. Perjalanan selama lebih dari tiga jam bukan merupakan perjalanan yang sebentar dalam kondisi kaki bahkan ga bisa dilurusin. Akhirnya penderitaan ini berakhir ketika elf memasuki terminal Ciwidey.

Belum, saya belum nyampai Kawah Putih. Dari terminal ini mesti nyambung lagi dengan angkot warna kuning kurang lebih setengah jam sampai di pintu gerbang Kawah Putih. Supirnya minta ongkos Rp15.000. kok rasa rasanya ga bener, la elf yang sepanjang itu jaraknya ke Ciwidey aja ongkosnya juga Rp 15.000. tapi yasudahlah. Saya pun memasuki gerbang kawasan Kawah Putih.

Fyi kendaraan berupa mobil bisa parkir di dua tempat yaitu kawasan atas dengan kena charge Rp150.000 per mobil atau bisa juga diparkir di area gerbang masuk. Nanti dibawah kita beli tiket Rp15.000 plus Rp20.000 untuk naik kendaraan ontang anting yang akan membawa ke area kawah. Pas saya beli tiket mbak yang jaga meminta saya pakai uang pas karena ga ada kembalian. Agak ga make sense sih secara obyek wisata dengan pengunjung ribuan ketika musim liburan apalagi itu pas libur weekend panjang kok nyipain kembalian aja ga ada. Terpaksa saya harus mundur bentar dari antrian untuk nyari nyari duit di tas biar pas Rp35.000.

Hal berikutnya yang bikin saya kurang sreg adalah supir ontang antingnya yang cenderung ugal ugalan, okelah dia orang setiap hari PP naik turun disitu sehingga jam terbangnya sudah tinggi tapi kan bukan berarti sisi keamanan dan kenyaman penumpangnya diabaikan.

Dua hal tak menyenangkan tadi akhirnya terbayar saat saya sudah sampai di area kawah. Pengunjung hari ini buanyak banget nget nget. Rasa rasa hampir semua spot di area kawah penuh dengan orang. Ternyata area tengah kawah yang buat foto foto itu mesti bayar lagi. Duh duh. Saya memilih foto foto di pinggir ajalah yang relatif lebih sepi orang.

Setelah puas di kawah, saya kembali turun naik ontang-anting lalu naik angkot warna kuning saam seperti sebelumnya untuk ke Situ Patenggang. Situ ini letaknya masih sederetan sama kawah tapi kira kira jaraknya 3kiloan. Dan si supir minta Rp15.000 lagi mentang mentang itu area wisata. Hih.

Situ Patenggang nih sepintas kayak lokasi film apa gitu yang pernah saya tonton jadi kayak danau dengan ada pulau kecil di dalamnya. Areanya adem cocok buat berleyeh leyeh males malesan.

Karena saya ga mau kemalaman nyapai di Bandung jadinya saya tak lama di Situ. Saya balik dengan menaiki angkot ke terminal Ciwidey dan naik elf durjana itu. Di tengah jalan sekitar Soreang, elfnya mogok.

Halah ada ada aja ini.

saya pun memilih pindah angkot Soreang-Leuwi Panjang warna ijo yang secara kasat mata lebih manusiawi untuk mengangkut orang haha. Sekitar waktu Isya saya sampai di Bandung Kota.

Iklan

Sumba Hari Keempat : Air Terjun Waimarang, Tana Tarara, dan Pantai Walakiri

Seharusnya tujuan kami pagi ini adalah air terjun Tanggedu, tapi karena efek hujan, jalanan menuju kesana tidak bisa dilewati sehingga tujuan pun diganti menjadi Air Terjun Waimarang. Rupanya guide kami pun hanya ingat ingat lupa dengan air terjun ini sehingga kami sempat kesasar waktu kesana, untungnya ada mama mama yang lewat yang nunjukin jalan yang benar #laluinsyaf.

Sekitar beberapa ratus meter dari lokasi parkir mobil itu, ada jalan yang yang berair yang artinya berisiko membuat mobil selip. Jadi mobil mobil yang pada mau ke lokasi pada saling nunggu biar kalau kena selip ada yang bantuin dorong. Untungnya pada akhirnya semua lancar melewati jalan ini.

Untuk menuju ke air terjun Waimarang kami harus trekking dulu sekitar setengah jam tapi karena rombongan kali ini lumayan banyak jadi trekking kali ini tidak terlalu terasa karena bisa sambil ngobrol sana sini dengan pengunjung lainnya. Beberapa bu ibu memilih tidak ikut trekking dan menunggu di parkiran.

Screenshot_2018-04-28-21-55-26_com.miui.videoplayer_1524927413615.jpg

Mulai trekking ke bawah

Screenshot_2018-04-28-21-54-51_com.miui.videoplayer_1524927392325.jpg

Tebing yang ini curam banget mana licin karena habis hujan

Baru sampai ke lokasi, gerimis datang lagi dan itu tak menyurutkan semangat kami. Satu persatu kami menuju air terjun karena air terjun ada dibagian atas (perlu sedikit merambat dari samping dinding air terjun).

Duh netizen..demi apapun air terjun ini syakep sekali…cenderung eksotis malah. Jadi dibagian bawah ada air melingkar kayak mangkok gitu terus dibagian atas baru ada air terjunnya. Kalau yang mau menguji adrenalin bisa mendaki ke atas lewat tebing lalu meluncur ke bawah. Gw? Ga gw ga ikut begitu, melihat yang lain aja sudah senang gw mah #ngelesdotcom

Screenshot_2018-04-28-21-44-50_com.instagram.android_1524927178270.jpg

Karena susah buat bawa kamera atau hape jadi foto ini ambil di IG orang 🙂

Biasanya tuh kalau pergi pergi baliknya kan terasa lebih ringan, eh yang ini trekking baliknya rasanya capek bener karena tanahnya tuh pada nempel di sandal jadi trekking baliknya bikin capek.

Sambil istirahat kita makan siang yang dilanjut dengan foto foto di padang ilalang #inipenting

Tujuan kedua kita hari ini adalah bukit Tana Tarara, lokasi syuting film Marlina Sang Pembunuh Empat Babak. Eh itu film yang mana sik? Ga tahu, itu juga kata guide gw.

IMG_20180217_154331_HDR.jpg

Sang pawang hujan sedang beraksi

IMG_20180217_155602_HDR.jpg

Memandang kejaiban bukit Tarara

IMG_20180217_161019_HDR.jpg

Nyantai aja kali Belanda sudah jauh

Sedikit banyak bukit ini mirip dengan Wairinding. Dah gitu aja.

Pantai Walakiri adalah tujuan kita yang terakhir, pantai ini lah yang membuat gw bikin ngebet pengen kesini, coba deh search di IG tentang pantai ini…wih bagus bagus bener. Apalagi kalau sedang musim kemarau…eksotis banget. Di pantai ini juga banyak bintang laut.

Screenshot_2018-04-28-21-55-50_com.miui.videoplayer_1524927613557.jpg

Bintang laut di pantai Walakiri

Oiya untuk kain Sumba Timur  di penginapan kami banyak tersedia tetapi karena harganya lumayan jadi cukup lihat lihat aja deh. Padahal sebenarnya pengen, lihat deh kain kain di bawah ini. cakep cakep bener warnanya.

IMG_20180218_075551_HDR.jpg

Orang lokal sedang merajut kain Sumba

IMG_20180218_075319_HDR.jpg

Mel dan kain Sumba

IMG_20180218_093159_HDR.jpg

Bandaranya kecil sekali

Di hari kelima kita hanya mengunjungi bukit Persaudaraan karena bukit ini letaknya dekat banget sama bandara jadi kelar dari sini langsung deh kita didrop di bandara Umbu Kunda Mehang. Ah cepet bener liburan ini selesai. Sumba you are rocks 🙂

Sumba Hari Ketiga : Desa Adat Praijing, Air Terjun Lapopu dan Bukit Wairinding

Pagi ini terasa sama dengan kemarin, gerimis membuat gw sedikit males untuk segera beranjak dari tempat tidur. Begitupun dengan guide kami, sepertinya belum menghubungi kami. Akan tetapi mengingat perjalanan hari ini akan jadi perjalanan yang panjang karena kami akan pindah ke arah Sumba Timur, gw pun memaksa diri untuk segera bangun dan siap-siap untuk trip hari ini.

Sebelum mulai perjalanan jauh, guide kami mengajak kami untuk beli makan siang karena nantinya maksinya di perjalanan ga ada yang jualan. Secara harga makanan disini sebelas dua belas dengan harga di Jakarta.

Belum lama jalan, kami melihat warga yang menyediakan durian di depan rumah/pinggir jalan. Beberapa buah durian pun berpindah ke mobil kami. Rencananya nanti bisa dimakan di bukit Wairinding.

Tempat pertama yang kami datangi adalah desa adat Praijing. Desa adat ini berbeda dengan desa adat Rotenggano, disini warganya lebih terasa “hangat” kepada pengunjung. Selain itu, lingkungannya juga lebih bersih. Belum lama kami disana, hujan turun lagi kami pun memilih untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya.

Hujan kali ini sepertinya tidak bersahabat dengan kami, sampai di kawasan Air Terjun Lapopu masih saja hujan sehingga kami meski menunggu hujan mereda. Kami tak sendiri, beberapa rombongan lain juga menunggu bersama kami.

Setelah sekian lama, hujan mulai reda dan guide mengajak untuk menuju ke air terjun Lapopu. Pengarh dari hujan tadi sangat terasa karena sungai di bawah air terjun menjadi deras dan airnya keruh. Sepertinya kami datang di musim yang tidak tepat. Track untuk sampai dengan air terjun masih alami belum dibuat jalur khusus.

Bagian yang paling menantang adalah jembatan dari bambu untuk menyeberang dimana bawahnya sedang banjir.

IMG_20180216_121852_HDR

Seandainya kami datang di musim kemarau mungkin kami bisa berlama lama disini karena bisa main air. Airnya sekarang lagi keruh dan air terjunnya deras karena banjir sehingga kami pun tak lama di sana.

Perjalanan untuk menuju Wairinding terasa cukup jauh, sejauh kami memandang terlihat perbukitan kecil kecil yang berjejer membuat landscape yang bergelombang. Tampaknya ini adalah gambaran kecil dari bukit Wairinding nanti.

Kami sempat berhenti di pinggir jalan untuk mencoba jagung rebus ala Sumba. Jagungnya warna putih dan teksturnya terasa keras. Harganya murah kami bertiga nyobain satu satu hanya lima ribu saja. Berikutnya kami mampir ke tempat ngopi untuk ngopi dan makan mie rebus.

Begitu masuk ke area bukit Wairinding, di pintu masuk ada beberapa penduduk lokal yang menyediakan kain kain Sumba Timur untuk pengunjung yang mau foto foto. Kain-kain Sumba Timur warnanya ngejreng dan lebih bercorak daripada kain Sumba Barat.

Area bukit Wairinding sangat luas dan berangin jadi pantas aja pada foto pakai kain karena ada efek efek angin membuat foto lebih fotogenik.

Setelah puas berkeliling, kami membongkar durian yang tadi pagi kami beli. Kenikmatan yang dobel melihat sunset dan makan durian. Ciamik.