Weekend Escape : Jalan-Jalan ke Palembang Part 2

Sebelumnya…

Hari berikutnya saya manggil gojek lagi minta diantarke tempat Alquran Akbar, tempatnya lumayan jauh sampai melewati taman Purbakala Sriwijaya masih lanjut lagi, abang Gojek kayanya nyesel ngambil orderan saya karena sempet berhenti beberapa kali sambil mengegutu karena jauh. Meskipun begitu tetep saya rate 5 kok Bang tenang aja plus sedikit tips. Tadinya saya minta ditungguin biar abang Gojeknya ga kosong baliknya karena saya paling ga lama disitu, mungkin paling lama hanya 15 menit, eh dianya nolak yaudah lah masih banyak jalan menuju Roma.

Alquran Akbar ada di kompleks pondok pesantren di daerah Gandus, Palembang. Untuk masuk kita diminta bayar tiket  saya lupa kayaknya Rp5.000. Jadi musyaf alquran itu diukir di lembaran kayu yang dipajang berlembar-lembar di bagian belakang. Subhanallah, adem ngelihatnya.

Setelah ngerasa cukup, saya jalan ke jalan depan nunggu angkot lewat, angkotnya warna merah muda dengan beberapa pintu di sisinya. Jadi kalau di belakang pengemudi ada  baris ya pintunya juga 3 ga hanya satu kayak angkot pada umumnya.

Dengan angkot ini menuju ke Taman Purbakala Sriwijaya yang paginya saya lewati. Taman ini terbagi menjadi dua, sebelah kanan dan kiri. Saya masuk ke bagian kanan, ga ada apa apa hanya ada bangunan bangunan kayak sekolahan gitu dan danau yang mengelilinginya. Seorang penjaga meminta saya membayar tiket, kata dia kalau mau taman yang sebelah kiri jalan tinggal tunjukin aja tiketnya ga perlu bayar lagi, eh begitu saya menuju ke taman sisi kiri saya diminta tiket lagi. Kata ibunya sebaliknya, kalau bayar di Taman disisi kiri saya ga perlu bayar kalau mau ke sisi kanan. Damn. Ini petugas pada pegimana dah. Bayarnya sih ga seberapa tapi kok miskomunikasi gitu sik?

Depan pintu masuknya, ada museum Sriwjaya. Masuknya bayar lagi tanpa dikasih tiket. Wallohuaklam. Koleksinya ga jauh beda dengan koleksi di museum Balaputeradewa, jadinya kebanyakan hanya saya lihat sepintas. Di sisi luar bangunan jalan sekitar 300 meter ada danau gitu dan bungalownya juga, hanya ada beberapa pengunjung yang ada disana waktu itu. Lalu saya kerasa mau kencing tapi nyari toilet ga nemu nemu. Mau pipis sembarangan takut karena inikah Taman Purbakala gimana entar kalau kenapa kenapa (yang pada akhirnya membuat gw sakit karena nahan kencing) *penting banget Cup diceritain?

Nah setelah manggil Gojek lagi buat nganter ke bukit Siguntang, saya ngobrol bentar sama yang jaga tiket sambil nanya toilet, eh tahunya ada di museum Sriwijaya hanya letaknya tersembunyi di dalam. Legaaaaaa.

Diantar abang Gojek saya menuju bukit Siguntang tapi sepertinya belum beruntung karena sedang dipakai untuk lomba burung berkicau. Damn. Saya kan juga punya burung pak, saya suruh berkicau nih!

Akhirnya saya memutuskan ke Palembang Plaza setelah sebelumnya makan nasi Padang di depannya. Di mall pun saya hanya ngelihat sekilas, tak ada yang menarik perhatian saya. Saya pun bergegas nyari TransMusi menuju Bandara. Tapi karena tak ada yang langsung ke Bandara, saya naik yang jurusan masjid Agung pindah tujuan AAL dan turun di dekat pertigaan arah Bandara. Karena ngelihat martabak Har saya pun mampir bentar pengen nyobain, rasanya sih biasa saja padahal banyak yang bilang enak banget. ya namanya juga selera ya.

Sebelum ke bandara ya mampir di pempek Candy buat beli oleh oleh dan saya pun ke bandara diantar abang Gojek lagi. Jadi kenapa Gojek mulu? Ya karena murah, mudah dan seminggu sebelumnya saya dapat free voucher Rp100.000. Lumayan kan. Entah kenapa Singa Terbang hobi banget ngasih bonus waktu, saya kena delay hampir 3 jam, yang tadinya saya masih bisa naik Damri ke Pasar Minggu terpaksa nge Gocar yang biayanya jadi 2x lipat. Hufffft.

Iklan

Weekend Escape : Jalan-Jalan ke Palembang

Kesibukan dan rutinitas kantor membuat saya sudah beberapa bulan ini ga pulang kampung. Iseng-iseng saya nyari tiket kereta kalau saja masih tersedia tetapi tak satu pun tiket yang tersedia untuk waktu dekat ini. Lalu pindah ke Travelok* lihat-lihat tiket pesawat kali saja ada maskapai yang khilaf bagi bagi tiket gratis. Ada sik tiket tapi yagitu harganya sudah melambung tinggi seperti mimpi. Lalu iseng kedua kumat. Saya ganti tujuan ke Palembang karena beberapa waktu sebelumnya saya sempet kepincut makan pempek.

Weladalah ternyata tiket kesana sangat terjangkau, hampir sama dengan harga tiket kereta eksekutif kalau mau Yogya. Tanpa banyak mikir saya langsung booking tiket PP Jakarta-Palembang untuk waktu weekend. Alhamdulillah.

Ngapain aja ya entar di Palembang?

Saya browsing blog traveling untuk nyari initerary. Banyak orang yang kalau jalan-jalan milih ga pakai itin katanya lebih suka kalau ada unsur kejutan, lihat nanti ajalah. Kalau buat saya yang waktu terbatas tentu pilihan pakai itin lebih saya pilih. Tak banyak blog yang membahas traveling ke Palembang.

Seorang teman asal Palembang malah bilang “Ngapain ke Palembang? Disana ga ada apa-apa”. Glek, se-ga ada-adanya tujuan wisata ya jangan gitu dong ya. Namanya putera daerah ya minimal tahu dikit lah *dikepret duit

Beberapa tulisan merekomendasikan untuk ke pulau Kemaro tapi saya ga begitu tertarik, saya lebih suka tempat wisata yang ada unsur sejarahnya.

Sabtu pagi (25/02) saya pun ke bandara Soetta dengan naik Damri dari Pasar Minggu. Perjalanan begitu lancar padahal saya sudah agak was was kalau sampai kena macet.

Dengan naik Singa Terbang perjalanan ke Palembang pun terasa lancar karena saya ketiduran. Untung ga pakai delay ya (yang kemudian dibayar delay saat pulangnya).

Begitu sampai di bandara Sultan Mahmud Badrrudin II , saya bergegas pesan Gojek, yak Gojek sudah ada di Palembang. Tadinya saya pingin naik Trans Musi tapi kok baca baca di internet katanya sudah ga ada Trans Musi yang ke bandara karena jarang yang mau makai. Seperti halnya si kota lain,Gojek masih menimbulkan gesekan dengan ojek konvensional, buktinya saya disuruh keluar bandara dulu kalau mau naik Gojek.

Tak berapa lama Gojek pun datang dan saya minta langsung diantar ke museum Balaputera Dewa.

Museum Balaputera Dewa

Museum ini merupakan museum milik pemprov Sumatera Selatan. Secara umum museum ini memiliki koleksi dari zaman prasejarah, zaman kerajaan Sriwijaya yang mahsyur itu, zaman kerajaan kesultanan Palembang (hayo siapa yang baru tahu kalau di Palembang ada kesultanan? Saya ), dan zaman penjajahan Belanda. Koleksi koleksi itu dipajang dalam 3 ruang pameran.

Begitu masuk ruang museum kita kan melihat sedikit koleksi prasasti yang ditemukan di sekitar Palembang. Sedikit masuk ada koleksi tentang kesultanan Palembang. Tahukah kamu kalau kesultanan Palembang mempunyai kekerabatan dengan kesultanan Malaka di Malaysia. Makanya di museum ini ada galeri tentang kesultanan Malaka.

Bergeser kemudian ke koleksi zaman Sriwijaya tapi karena ruangannya gak creepy saya urung masuk. Seperti ada kata hati saya untuk nyekip aja. *bilang saja Cup malas*

 

Saya pun langsung menuju bagian luar di sebelah Selatan yang ada koleksi prasasti, sedikit banyak mengingatkan saya dengan guru guru Sejarah saya dulu. Di sebelahnya ada ruang pameran II yang isinya adalah perjalanan sejarah zaman prasejarah sampai kesultanan dan masa masa pergerakan melawan Belanda.

Teman teman yang budiman dan budiwati, coba buka uang Rp10.000 yang warnanya merah keunguan, ada gambar apa disana? Apaaaa? Ya ada gambar rumah limas. Apa itu limas anak anak? Ya gitulah pokoknya, rumah yang bentuknya gabungan antara bentuk segitiga dan segiempat. Halah. Lihat gambarnya aja ya hehe.

Setelah saya rasa cukup, saya pun jalan menuju jalan raya tapi sebelumnya saya mampir ke warung nasi Padang. Murah oei dengan udang yang lumayan banyak cuma Rp10.000.

Dengan naik Trans Musi dari halte depan rumah sakit, saya menujuke masjid raya Palembang. Oiya Palembang tuh langi ngebut bangun LRT untuk fasilitas Asian Games 2018 nanti, jadi ya gitu sepanjang jalan utama agak macet plus berdebu dimana mana.

Sampai di masjid raya, saya sholat Dhuhur bentar lalu jalan ke sebelahnya menuju Monpera atau Monumen Perjuangan Rakyat. Secara garis besar isinya nyeritain masa masa perlawanan terhadap Belanda yang dioramanya ada 8 lantai dengan ukuran per lantai yang paling cuma 3×3 meter. Nah di lantai 8 ada lubang menuju puncak monumen untuk melihat kondisi sekitar.

Sekitar 100 meter nyeberang dari Monpera, ada museum Sultan Badaruddin II. Nah kalau uang Rp10.000 itu ada gambar rumah limasnya, dibaliknya ada gambar sultan ini. Kayaknya uang Rp10.000 memang dikhususkan untuk Palembang.

Koleksi museum ini tidak terlalu banyak, kebanyakan cerita tentang kesultanan Palembang dari masa ke masa termasuk cikal bakal kerajaan Demak Bintoro di tanah Jawa dan juga kerajaan Banten yang kita kenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa-nya.

 

Sejenak kemudian saya bergegas ke sekitar bawah jembatan Ampera sekedarpengen lihat-lihat transaksi jual beli disana. Banyak juga sih yang nawarin jikalau mau ke pulau Kemaro tapi saya ga tertarik. Saya malh naik angkot warna cokelat menuju masjid Cheng Ho.

Meskipun nanya demikian, masjid ini bisa dibilang ga ada sangkut paut langsung dengan Cheng Ho karena masjid ini dibangun komunitas Chinese Muslim Palembang, mungkin sih buat memperingati kedatangan Cheng Ho yang seorang muslim juga. Oiya masjid ini letaknya di dalam perumahan jadi kalau dari jalan raya ga kelihatan.

 

Berjalan sekitar 300 meter ini ke jalan raya, saya nyeberang menuju stadion Jakabaring. Kalau dari luar sih ya mirip mirip stadion Gelora Senayan. Karena ga bisa masuk ke dalam lihat lihat saya pun hanya sebentar disini.

Saya balik lagi dengan naik Trans-Musi menuju sekitaran Benteng Besak. Kalau didaerahlain benteng hanya dijadikan tempat kunjungan wisata beda halnya dengan museum ini karena masih digunakan untuk pos angkatan bersenjata.

Karena perut sudah lapar minta diisi, saya mampir ke Riverside, rumah makan di pinggir sungai Musi yang bentuknya seperti kapal. Saya milih kursi di ujung kapal biar bisa lihat kapal-kapal yang lalu-lalang melewati sungai Musi serta pemandangan jembatan Merah. Untuk makan saya pesan ikan patin, sayur kangkung, nasi dan minumanannya es jeruk kunci seharga Rp125.000. Lumayan mahal mengingat rasanya biasa saja, ikan patinnya juga hanya sepotong doang.

 

Karena sudah sore menjelang magrib, saya memilih kepenginapan yang sudah saya pilih yaitu Radial Mas Resto dan Kost, letaknya di sebelah hotel Santika Palembang. Tadinya saya kira harga via pegipeg* sudah paling murah eh kata yang punya gini “wah mas harga segini kalau booking langsung bisa dapat yang deluxe, lain kali booking langsung aja mas”. Bener juga sih ya, sama kayak waktu ke Purwokerto dulu juga gitu.

Malamnya saya nyobain pempek beringin yang letaknya ga jauh dari penginapan paling hanya seratus meter nyeberang jalan. Khilaf saya pesan pempek, tekwan, otak-otak dan telur Balado (kalau ga salah namanya). Baru makan tekwan sama telur aja saya sudah kekenyangan. Akhirnya, pempek sama otak-otaknya saya bungkus. Lantas manggil Gojek minta diantar ke Bentang Besak lagi karena mau lihat sikon jembatan Merah waktu malam. Dan sikonnya ternyata ramai sekali. Untuk balik ke penginapan saya milih jalan kaki biar mengurangi efek makan tadi sekalian pengen lihat lihat sikon waktu malam dan ternyata sepi.

Besoknya…