Sumba Hari Keempat : Air Terjun Waimarang, Tana Tarara, dan Pantai Walakiri

Seharusnya tujuan kami pagi ini adalah air terjun Tanggedu, tapi karena efek hujan, jalanan menuju kesana tidak bisa dilewati sehingga tujuan pun diganti menjadi Air Terjun Waimarang. Rupanya guide kami pun hanya ingat ingat lupa dengan air terjun ini sehingga kami sempat kesasar waktu kesana, untungnya ada mama mama yang lewat yang nunjukin jalan yang benar #laluinsyaf.

Sekitar beberapa ratus meter dari lokasi parkir mobil itu, ada jalan yang yang berair yang artinya berisiko membuat mobil selip. Jadi mobil mobil yang pada mau ke lokasi pada saling nunggu biar kalau kena selip ada yang bantuin dorong. Untungnya pada akhirnya semua lancar melewati jalan ini.

Untuk menuju ke air terjun Waimarang kami harus trekking dulu sekitar setengah jam tapi karena rombongan kali ini lumayan banyak jadi trekking kali ini tidak terlalu terasa karena bisa sambil ngobrol sana sini dengan pengunjung lainnya. Beberapa bu ibu memilih tidak ikut trekking dan menunggu di parkiran.

Screenshot_2018-04-28-21-55-26_com.miui.videoplayer_1524927413615.jpg

Mulai trekking ke bawah

Screenshot_2018-04-28-21-54-51_com.miui.videoplayer_1524927392325.jpg

Tebing yang ini curam banget mana licin karena habis hujan

Baru sampai ke lokasi, gerimis datang lagi dan itu tak menyurutkan semangat kami. Satu persatu kami menuju air terjun karena air terjun ada dibagian atas (perlu sedikit merambat dari samping dinding air terjun).

Duh netizen..demi apapun air terjun ini syakep sekali…cenderung eksotis malah. Jadi dibagian bawah ada air melingkar kayak mangkok gitu terus dibagian atas baru ada air terjunnya. Kalau yang mau menguji adrenalin bisa mendaki ke atas lewat tebing lalu meluncur ke bawah. Gw? Ga gw ga ikut begitu, melihat yang lain aja sudah senang gw mah #ngelesdotcom

Screenshot_2018-04-28-21-44-50_com.instagram.android_1524927178270.jpg

Karena susah buat bawa kamera atau hape jadi foto ini ambil di IG orang 🙂

Biasanya tuh kalau pergi pergi baliknya kan terasa lebih ringan, eh yang ini trekking baliknya rasanya capek bener karena tanahnya tuh pada nempel di sandal jadi trekking baliknya bikin capek.

Sambil istirahat kita makan siang yang dilanjut dengan foto foto di padang ilalang #inipenting

Tujuan kedua kita hari ini adalah bukit Tana Tarara, lokasi syuting film Marlina Sang Pembunuh Empat Babak. Eh itu film yang mana sik? Ga tahu, itu juga kata guide gw.

IMG_20180217_154331_HDR.jpg

Sang pawang hujan sedang beraksi

IMG_20180217_155602_HDR.jpg

Memandang kejaiban bukit Tarara

IMG_20180217_161019_HDR.jpg

Nyantai aja kali Belanda sudah jauh

Sedikit banyak bukit ini mirip dengan Wairinding. Dah gitu aja.

Pantai Walakiri adalah tujuan kita yang terakhir, pantai ini lah yang membuat gw bikin ngebet pengen kesini, coba deh search di IG tentang pantai ini…wih bagus bagus bener. Apalagi kalau sedang musim kemarau…eksotis banget. Di pantai ini juga banyak bintang laut.

Screenshot_2018-04-28-21-55-50_com.miui.videoplayer_1524927613557.jpg

Bintang laut di pantai Walakiri

Oiya untuk kain Sumba Timur  di penginapan kami banyak tersedia tetapi karena harganya lumayan jadi cukup lihat lihat aja deh. Padahal sebenarnya pengen, lihat deh kain kain di bawah ini. cakep cakep bener warnanya.

IMG_20180218_075551_HDR.jpg

Orang lokal sedang merajut kain Sumba

IMG_20180218_075319_HDR.jpg

Mel dan kain Sumba

IMG_20180218_093159_HDR.jpg

Bandaranya kecil sekali

Di hari kelima kita hanya mengunjungi bukit Persaudaraan karena bukit ini letaknya dekat banget sama bandara jadi kelar dari sini langsung deh kita didrop di bandara Umbu Kunda Mehang. Ah cepet bener liburan ini selesai. Sumba you are rocks 🙂

Iklan

Sumba Hari Ketiga : Desa Adat Praijing, Air Terjun Lapopu dan Bukit Wairinding

Pagi ini terasa sama dengan kemarin, gerimis membuat gw sedikit males untuk segera beranjak dari tempat tidur. Begitupun dengan guide kami, sepertinya belum menghubungi kami. Akan tetapi mengingat perjalanan hari ini akan jadi perjalanan yang panjang karena kami akan pindah ke arah Sumba Timur, gw pun memaksa diri untuk segera bangun dan siap-siap untuk trip hari ini.

Sebelum mulai perjalanan jauh, guide kami mengajak kami untuk beli makan siang karena nantinya maksinya di perjalanan ga ada yang jualan. Secara harga makanan disini sebelas dua belas dengan harga di Jakarta.

Belum lama jalan, kami melihat warga yang menyediakan durian di depan rumah/pinggir jalan. Beberapa buah durian pun berpindah ke mobil kami. Rencananya nanti bisa dimakan di bukit Wairinding.

Tempat pertama yang kami datangi adalah desa adat Praijing. Desa adat ini berbeda dengan desa adat Rotenggano, disini warganya lebih terasa “hangat” kepada pengunjung. Selain itu, lingkungannya juga lebih bersih. Belum lama kami disana, hujan turun lagi kami pun memilih untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya.

Hujan kali ini sepertinya tidak bersahabat dengan kami, sampai di kawasan Air Terjun Lapopu masih saja hujan sehingga kami meski menunggu hujan mereda. Kami tak sendiri, beberapa rombongan lain juga menunggu bersama kami.

Setelah sekian lama, hujan mulai reda dan guide mengajak untuk menuju ke air terjun Lapopu. Pengarh dari hujan tadi sangat terasa karena sungai di bawah air terjun menjadi deras dan airnya keruh. Sepertinya kami datang di musim yang tidak tepat. Track untuk sampai dengan air terjun masih alami belum dibuat jalur khusus.

Bagian yang paling menantang adalah jembatan dari bambu untuk menyeberang dimana bawahnya sedang banjir.

IMG_20180216_121852_HDR

Seandainya kami datang di musim kemarau mungkin kami bisa berlama lama disini karena bisa main air. Airnya sekarang lagi keruh dan air terjunnya deras karena banjir sehingga kami pun tak lama di sana.

Perjalanan untuk menuju Wairinding terasa cukup jauh, sejauh kami memandang terlihat perbukitan kecil kecil yang berjejer membuat landscape yang bergelombang. Tampaknya ini adalah gambaran kecil dari bukit Wairinding nanti.

Kami sempat berhenti di pinggir jalan untuk mencoba jagung rebus ala Sumba. Jagungnya warna putih dan teksturnya terasa keras. Harganya murah kami bertiga nyobain satu satu hanya lima ribu saja. Berikutnya kami mampir ke tempat ngopi untuk ngopi dan makan mie rebus.

Begitu masuk ke area bukit Wairinding, di pintu masuk ada beberapa penduduk lokal yang menyediakan kain kain Sumba Timur untuk pengunjung yang mau foto foto. Kain-kain Sumba Timur warnanya ngejreng dan lebih bercorak daripada kain Sumba Barat.

Area bukit Wairinding sangat luas dan berangin jadi pantas aja pada foto pakai kain karena ada efek efek angin membuat foto lebih fotogenik.

Setelah puas berkeliling, kami membongkar durian yang tadi pagi kami beli. Kenikmatan yang dobel melihat sunset dan makan durian. Ciamik.

Lima Hari Jalan-Jalan ke Sumba

Kalau ditanya wishlist jalan-jalan gw yang belum kesampaian sampai saat ini adalah ke Aceh walau sebenarnya tahun lalu sempat mau kesana tapi apa daya kondisi badan ngedrop sampai kerja aja keteteran. Akhirnya gw harus merelakan depe yang udah gw bayar hangus #sedih. Biar bagaimanapun kesehatan adalah no satu, jalan jalan masih bisa nanti nanti lagi.

Gagal di tahun 2017, gw berencana untuk membalas kegagalan gw di awal tahun 2018 ini. Lalu negera api menyerang, tanpa diduga tanpa dinyana ada satu tujuan wisata yang tetiba pengen gw datengi gara gara gw lagi stalking di instagram dan nemu satu daerah yang masih samar-samar kita dengar tapi beberapa kali muncul di scene film film nasional. Yah Sumba.

Dilihat dari segi budget, Sumba hampir sama dengan Aceh tapi Sumba kali ini begitu memikat dengan berbagai pesona alamnya yang luar biasa cantik. Oke Aceh gw berpaling dulu, nanti suatu waktu gw pasti kesana. Tosss.

Btw Sumba berbeda dengan Sumbawa ya gaes. Pokoknya beda pulau, beda provinsi. Sumbawa masuk Nusa Tenggara Barat sedangkan Sumba masuk Nusa Tenggara Timur.

Screenshot_2018-03-22-22-51-51_com.google.android.apps.maps.png

Rencana awal, gw mau kesana berlima dengan 4 orang temen gw tapi mendekati hari H ada kerjaan yang ga bisa ditinggalin oleh dua dari mereka jadinya hanya bertiga saja lah kami kesana. Show must go on dude. *acak acak celengan receh*

Wisata Sumba tidak memberi banyak pilihan untuk kita memilih jenis transportasi atau pilihan mau ngetrip dengan cara kita sendiri atau ngikut tour. Kita gabung tour yang pesertanya hanya kita doang, iya ini namanya sama aja denga privat tour gara gara ga ada peserta lain yang gabung. Di awal sih kata EO nya ada peserta lain yang gabung eh H-1 bilang ga ada kan kampes tuh EO.

Selamat Datang di Tambolaka, Waikabubak

Sebelum cerita panjang lebar ngalor ngidul, gw ngenalin dulu partner gw ke Sumba. Teman teman keluarkan pesona kalian…  Mereka adalah…jeng jeng jeng

Di pantai Bhwanna (pantai Karang Bolong) -Mas Hendra-Mel-Gw

Waktu berangkat dari Soetta, kami bertiga terpisah terminal karena gw sama mas Hendra naik pesawat yang sama sedangkan Mel naik pesawat sejam lebih awal di teminal sebelah. Barulah di Denpasar kami bertemu karena pesawat lanjutannya sama. Perjalanan Jakarta-Denpasar sih rasanya biasa saja karena gw ngantuk dan ketiduran, nah pesawat lanjutannya ini yang bikin gw keringat dingin karena baru pertama kali gw naik pesawat kecil. Kalau cuaca sedang bagus mungkin gw ga akan keringat dingin, masalahnya cuaca sedang gerimis dan pesawat bahkan sempat delay setengah jam. Duh duh… gw boleh balik aja ga nih?

Selama perjalanan itu, beberapa kali ge refleks pegangan ke kursi karena goncangannya emang bikin gw langsung jiper dan komat kamit baca doa yang gw bisa.

Sampai di bandara Tambolaka, Sumba Barat pun masih dalam keadaan hujan gerimis. Gw harap harap cemas kalau cuaca gerimis ini akan menyambut kami selama 5 hari disini. Semoga saja tidak.

IMG_20180214_124520_HDR.jpg

Sampai di Bandara Tambolaka, Sumba Barat, Sumba

Di bandara guide kami- bang Samad- telah menunggu, dia menyambut kami dan mengantar kami ke hotel.

Tak lama kami singgah di hotel, bang Samad mengantar kami ke spot pertama yaitu pantai Kita. Bisa dibilang waktu kami kesana, pantai ini beneran pantai milik kita karena hanya kami yang ada disitu waktu itu, mungkin karena ini hari kerja jadi kami serasa menikmati pantai milik pribadi.

Awal awal kami, atau tepatnya gw dan Mel sangat excited dipantai ini tapi lama lama mati gaya juga mungkin karena ga ada pedagang minuman kali ya secara pantainya panas dan berangin cukup kencang.

“I am free” versi gw

“I am free” versi Mel

Bang Samad lantas membawa kami ke spot berikutnya, kali ini kami ke perbukitan lebih tepatnya Bukit Lendongara, katanya sih bukit ini tempat syuting salah satu film -yang gw lupa film apa yang disebutkan guidenya-. Eh bentar gw ingat ingat dulu, oiya Pendekar Tongkat Emas, pada tahu kan filmnya ? tahu kan? Kagak ya? Toss lah kita.

Oke kita kesampingkan masalah film, kembali ke Bukit Lendongara. Kalau kita pernah lihat buktinya teletubbies, nah kayak bukti teletubbies lah bukti ini dan gw jadi teletubbiesnya. Lagi lagi cuaca tak bersahabat bentar bentar hujan…reda…hujan lagi.

Liburan bebas ala gw, gegoleran dijalanan #alay

Coba lagi cerah mungkin lebih wokey dokey

Bukan lagi mau nebeng, tapi mau bilang…bagusssss 🙂

Karena hujan agak lama kami pun balik ke hotel. Di sepanjang perjalanan ternyata banyak warga yang menjajakan Srikaya dengan cara naruh di pinggir jalan. Kita mampir ke salah satu lapak warga dan nyobain Srikaya ala Sumba dan ternyata sebelas dua belas dengan Srikaya di Jawa hahahaha.

Tadi kami berencana mau eksplor Waikabubak waktu malam eh tahunya sepi sesepinya yaudah akhirnya kami minta guide nganterin nyari makan terus balik tidur ke hotel.

Bersambung ke bagian selanjutnya…