Sumba Hari Ketiga : Desa Adat Praijing, Air Terjun Lapopu dan Bukit Wairinding

Pagi ini terasa sama dengan kemarin, gerimis membuat gw sedikit males untuk segera beranjak dari tempat tidur. Begitupun dengan guide kami, sepertinya belum menghubungi kami. Akan tetapi mengingat perjalanan hari ini akan jadi perjalanan yang panjang karena kami akan pindah ke arah Sumba Timur, gw pun memaksa diri untuk segera bangun dan siap-siap untuk trip hari ini.

Sebelum mulai perjalanan jauh, guide kami mengajak kami untuk beli makan siang karena nantinya maksinya di perjalanan ga ada yang jualan. Secara harga makanan disini sebelas dua belas dengan harga di Jakarta.

Belum lama jalan, kami melihat warga yang menyediakan durian di depan rumah/pinggir jalan. Beberapa buah durian pun berpindah ke mobil kami. Rencananya nanti bisa dimakan di bukit Wairinding.

Tempat pertama yang kami datangi adalah desa adat Praijing. Desa adat ini berbeda dengan desa adat Rotenggano, disini warganya lebih terasa “hangat” kepada pengunjung. Selain itu, lingkungannya juga lebih bersih. Belum lama kami disana, hujan turun lagi kami pun memilih untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya.

Hujan kali ini sepertinya tidak bersahabat dengan kami, sampai di kawasan Air Terjun Lapopu masih saja hujan sehingga kami meski menunggu hujan mereda. Kami tak sendiri, beberapa rombongan lain juga menunggu bersama kami.

Setelah sekian lama, hujan mulai reda dan guide mengajak untuk menuju ke air terjun Lapopu. Pengarh dari hujan tadi sangat terasa karena sungai di bawah air terjun menjadi deras dan airnya keruh. Sepertinya kami datang di musim yang tidak tepat. Track untuk sampai dengan air terjun masih alami belum dibuat jalur khusus.

Bagian yang paling menantang adalah jembatan dari bambu untuk menyeberang dimana bawahnya sedang banjir.

IMG_20180216_121852_HDR

Seandainya kami datang di musim kemarau mungkin kami bisa berlama lama disini karena bisa main air. Airnya sekarang lagi keruh dan air terjunnya deras karena banjir sehingga kami pun tak lama di sana.

Perjalanan untuk menuju Wairinding terasa cukup jauh, sejauh kami memandang terlihat perbukitan kecil kecil yang berjejer membuat landscape yang bergelombang. Tampaknya ini adalah gambaran kecil dari bukit Wairinding nanti.

Kami sempat berhenti di pinggir jalan untuk mencoba jagung rebus ala Sumba. Jagungnya warna putih dan teksturnya terasa keras. Harganya murah kami bertiga nyobain satu satu hanya lima ribu saja. Berikutnya kami mampir ke tempat ngopi untuk ngopi dan makan mie rebus.

Begitu masuk ke area bukit Wairinding, di pintu masuk ada beberapa penduduk lokal yang menyediakan kain kain Sumba Timur untuk pengunjung yang mau foto foto. Kain-kain Sumba Timur warnanya ngejreng dan lebih bercorak daripada kain Sumba Barat.

Area bukit Wairinding sangat luas dan berangin jadi pantas aja pada foto pakai kain karena ada efek efek angin membuat foto lebih fotogenik.

Setelah puas berkeliling, kami membongkar durian yang tadi pagi kami beli. Kenikmatan yang dobel melihat sunset dan makan durian. Ciamik.

Iklan

Jalan-Jalan ke Baturraden :Pijat dan Masker Sulfur di Pancuran Tujuh

Di sela-sela pekerjaan yang monoton tiba-tiba terbersit  ke pikiran saya mau jalan-jalan. Kali ini saya pengen daerah yang transportasi gampang kalau naik kereta. Setelah googling bentar, perhatian saya tertuju pada Baturraden. Letaknya yang strategis di Purwokerto sangat memungkinkan untuk dikunjungi.

Tak pakai lama, saya langsung buka web kereta dan lihat ketersediaan tiket dan kebetulan banget tiket ke Purwokerto masih ada, begitu pula untuk sebaliknya. Jadilah saya akhirnya menghabiskan weekend ini ke Puorto Ricohhhh.

Kereta dari Jakarta ke Purwokerto hanya butuh waktu sekitar 5 jam saja sehingga jam 4 pagi saya sudah sampai stasiun Purwokerto. Sepertinya masih terlalu pagi untuk mulai aktivitas, saya pun memilih rehat sebentar sambil menunggu langit agak terang.

img_20170114_053149.jpg

Suasana st.Purwokerto di pagi hari

Sekitar jam 6 pagi saya keluar dari stasiun dan memilih jalan kaki sampai dengan alun-alun Purwokerto. First impression saya untuk Purwokerto adalah kota kecil yang kayaknya nyaman untuk tempat tinggal. Suasananya adem kayak Sukabumi, bedanya disini lebih ramai karena ada kampus Unsoed jadinya untuk tempat hiburan juga lebih lengkap.

Begitu sampai di alun-alun, saya terkesima dengan adanya fasilitas umum berupa air keran siap minum. Kayaknya baru kali ini saya nemuin model begini di alun-alun. Poin positif yang cocok untuk ditiru pemda lain. Karena masih pagi alun-laun ini sepi banget.

Saya pun memilih lekas meninggalkan tempat ini dan nyari sarapan di sekitarnya. Kebetulan ada bubur ayam di dekat alun-alun, rasanya enak walau tanpa tambahan toping selain ayamnya.

img_20170114_055708.jpg

Keran air siap minum di alun alun

img_20170114_060755.jpg

Enak enan

Perut sudah terisi dan saya memilih jalan kaki lagi sekedar pengen lihat kondisi kota Purwokerto di pagi hari tapi tampaknya sendi-sendi kehidupan belum banyak terlihat, hanya mungkin anak-anak sekolah yang baru berangkat ke sekolahnya. Selebihnya hanya jalanan lengang. Akhirnya saya memutuskan langsung nyari angkot yang menuju ke Baturraden.

Loka Wisata Baturraden

Angkot yang saya tumpangi berhenti tepat sampai di depan pintu masuk loka wisata Baturraden. Nampaknya karena masih pagi sekitar jam 8, pengunjung juga masih sedikit. Saya pun langsung ke loket untuk beli tiket dan minta brosur peta loka wisata karena lokasinya yang cukup luas. Kalau dilihat di peta, spot terjauh di tempai ini adalah pancuran tujuh, baru disusul dengan pancuran tiga.


Saya memutuskan untuk menuju Pancuran Tujuh dahulu, ternyata dari lokasi wisata ke sana mesti trekking sekitar 2,7 km. beberapa pengunjung mengurungkan niat kesana.
Saya pun berhenti sejenak, selain karena mikiran jarak yang cukup jauh juga karena malah gerimis. Sambil nunggu gerimis menghilang, saya mampir ke warung dan minum kopi sama indomie.

Tak berapa lama gerimis menghilang dan ada serombongan bocah yang pada naik ke arah pancuran tujuh. Tekad saya pun muncul, sudah sampai disini sayang rasanya tak sekalian kesana. Saya pun memutuskan mau trekking. Begitu sampai di tengah perjalanan, saya seperti hilang di hutan karena kiri kanan hanya hutan tanpa ada rumah rumah penduduk atau pun warung.

Akhirnya setelah berjibaku dengan jalanan yang sepi dan lumayan menguras keringat sampai juga saya di pintu masuk Pancuran Tujuh. Tiket masuk kesana dihargai Rp13.000 per pengunjung hampir sama dengan tiket masuk Lokas Wisata nya. Dari pintu masuk ke spot Pancuran Tujuh masih harus trekking lagi sekitar 250 meter.

Untuk menghilangkan lelah yang terasa, para pengunjung bisa memilih pijat dengan sulfur baik cuma kaki dan tangan saja atau bisa juga seluruh badan plus berendah air panas. Kalau cuma kaki tangan cukup Rp10.000an saja, kalau mau seluruh badan plus berendam air panas kena Rp50.000 dan tempat berendamnya Rp5.000. enak banget di badan apalagi kaki yang habis pegel buat jalan kaki, rasa lelah langsung plong ilang. Sulfurnya juga tidak bau jadi tidak mengganggu pernapasan. Selain itu juga bonus bisa curcol sama tukang pijetnya #ehhh.

Kira-kira sejam waktu yang dibuthkan pijet, berendam sama bilas air bersih karena berendam air panas hanya disarankan paling lama 15 menit, selebihnya ga baik untuk badan. Saya pun memutuskan mau kembali ke Loka Wisata. Nah kalau mau turun nih ada angkutannya ke bawah, nanti di antas sampai pintu depan lokas wisata. Cuma karena saya nunggu lebih dari setengah jam, ga ada juga pengunjung lain yang mau turun jadi saya pun memutuskan balik lewat jalur trekking tadi dengan ambil jalur sekalian ke pancuran tiga.

Di pancuran tiga saya tidak mencoba hanya lihat dari bagian atas dan ambil dokumentasi sebentar karena kayaknya ga jauh beda sama Pancuran tujuh.

Nah untuk di loka wisatanya, ada beberapa spot yang sempat saya kunjungi. Nah untuk penjelasan ada di masing gambar/foto berikut ini.

Setelah puas menikmati hiburan di loka wisata, saya langsung menuju hotel yang sudah saya booking hari sebelumnya. Kebetulan juga habis itu hujan deras sampai sore jadi saya memilih mandi dan langsung ketiduran sampai kebangun di sore hari karena perut keroncongan minta diisi. Lucunya hotel yang saya tempati ini, penjual bakso sama sate pada mampir di depan pintu loby jadi pengunjung yang kelaparan kayak saya ini bisa tinggal pesan ke mereka. Kenyangggg *elus perut*

Habis itu saya baru kepikiran, kayaknya saya seharusnya nginepnya deket deket Unsoed aja karena Baturraden ketika sudah sore ya sepi banget ga ada apa apa mana sempet mati listrik jadi saya memutuskan mau ke alun alun buat lihat situasi alun alun ketika malam hari sekalian nyari tempat ngecharge hape.

img_20170114_194231.jpg

Suasana alun alun Purwokerto malam hari

Suasana alun alun ketika malam hari cukup ramai, tidak seramai alun alun di kota lain tapi lumayan menyenangkan berkunjung kesini apalagi ada air mancur pas di depan tulisan PURWOKERTO nya yang dilengkapi lampu kelap-kelip ketika malam. Malam kian larut dan saya pulang ke penginapan naik taksi karena angkot sudah ga ada di malam hari.

Melihat Gunung Merapi Lebih Dekat dari Ketep Pass Magelang

Seminggu setelah lebaran saya mendapat undangan pernikahan dari salah satu teman saya. Dia adalah teman sekosan saya selama tiga tahun waktu kuliah di D3. Jadilah ga enak kalau sampai saya ga datang. Yagitulah namanya juga jomblo paling males kalau urusan kondangan.

ke1

Wulan, ponakan saya lah yang akhirnya jadi teman ke kondangan itu miris ya. Sebagai balas budi, saya ajaklah dia jalan-jalan ke tempat wisata yang dia belum pernah datangi yaitu Ketep Pass. Ketep Pass adalah tempat wisata alam di Magelang yang menyuguhkan pemandangan berupa gunung Merapi dan Merbabu.

ke2

ke3

Untuk menuju kesana rutenya sangat mudah. Dari perempatan Blabak tinggal mengambil arah ke utara lurus mengikuti jalur sepanjang kurang lebih 27 KM. Kondisi jalan sangat bagus. Sama seperti ketika saya ke Nglinggo, jalanan menjelang sampai lokasi yang rasanya berat untuk dilalui dengan motor.

ke5

ke4

Sampai di lokasi kami masuk ke tempat parkir sekaligus membayar tiket masuk Rp7.500 per pengunjung. Sayangnya langit di sekitaran Magelang sedang cerah berawan karena ada awan dari letusan gunung Raung. Jadinya pemandangan di Ketep Pass jadi kurang bagus karena gunung Merapi dan Merbabu jadi tidak kelihatan. Jika ingin melihat obyek yang jauh, pengunjung bisa menyewa teropong yang banyak ditawarkan oleh bapak-bapak di situ.

ke6

ke8

Di Ketep Pass selain melihat pemandangan kita juga dapat museum vulkanologi. Isinya tentang gunung Merapi dan segala hal tentang per-gunung-an. Selain itu, ada juga semacam bioskop untuk melihat segala hal tentang Merapi.

ke9