Sebuah Perjalanan Sebuah Cerita : Kuala Lumpur

Sebenarnya dibanding liburan ke luar negeri saya lebih memilih berlibur ke destinasi wisata di dalam negeri. Bukan alasan budget karena dihitung hitung liburan ke luar negeri bisa jadi malah lebih murah atau minimal hampir sama biayanya untul liburan ke tujuan wisata di dalam negeri. Apalagi tahun lalu saya batal ke Aceh padahal sudah bayar uang muka. Belum sempat kesampaian kesana, saya sudah kena titah untuk pindah lagi. Kali ini, mulai pertengahan 2018 saya pindah domisili ke Pontianak. Tidak bisa dibilang strategis untuk sebuah kota, apalagi bagi saya yang demen jalan jalan. Rata rata, penerbangan ke lokasi wisata di Indonesia harus transit dulu ke Jakarta.

Berhubung di Desember ini ada liburan yang cukup panjang karena ada cuti bersama dan Natal, maka saya memutuskan ke Malaysia lagi karena yang paling mudah nyari tiketnya serta harganya paling terjangkau. Kali ini saya kesana bareng Tomo dan Fendi.

Demi mendapat harga tiket pesawat yang lebih murah kita pun bagi bagi tugas untuk booking tiket di aplikasi yang berbeda karena aturan yang beda beda untuk dapat diskon untuk masing masing aplikasi. Saya dan Fendi berhasil, giliran Tomo gagal karena dia lupa masukin kode diskon. Saya hanya bisa bilang…

Awalnya kami berencana untuk menghabiskan liburan di Kuching, Serawak tapi dipikir pikir empat hari terlalu sayang kalau hanya dihabiskan untuk liburan ke Kuching akhirnya kita belok ke Kuala Lumpur. Itu pula yang menjadi alasan penerbangan berangkat mesti ganti pesawat di Kuching untuk menuju Kuala Lumpur.

Oiya terkait hotel ada hal lucu yang mau saya ceritain. Jadi kan saya bagian booking kamar hotel, saya booking 2 kamar untuk kami bertiga. Menjelang berangkat Fendi berubah pikiran dan pengen sekamar sendiri sendiri. Saya cek mau booking kamar lagi tapi sudah penuh. Nah Fendi ga percaya akhirnya dia cari sendiri, booking sendiri karena menurutnya di hotel yang sama masih ada kamar tersedia.

Dengan jumawa dia bilang “kok kalau saya yang nyari bisa dapat harga yang lebih murah ya?”. Saya diemin aja. Eh sekitar lima menit kemudian dia lalu bilang “eh kayaknya saya salah booking hotel deh”. Saya cek lagi screenshoot yang dia kirim dan ternyata memang beda hotel. Saya ngakak online ga berhenti henti. Untungnya antara hotel yang saya book dan dia book hanya deketan.

Pilihan terbang dengan transit via Kuching membuat waktu kami sampai di KLIA2 sudah kesorean tapi sorenya disana itu beda sejam lebih cepat. Dulu waktu saya ke KL ikut open trip semua sudah diurus sama organisernya. Enak sih ga ribet tapi minusnya jadi ga ngerti apa apa. Maksud saya, kalau jalan sendiri gini jadi harus banyak banyak ngumpulin informasi tentang bus, kereta, hotel dan sebagainya. Salah satunya tentang cara ke KL Sentral dari KLIA2, saya baca dari berbagai blog dan setelah dipraktekin sendiri ternyata mudah kok ga sesulit yang dibayangkan.

Dengan alasan harga, kami memilih naik bus Aerobus dengan harga tiket 12RM jauh lebih murah daripada naik KLIA Transit/KLIA Ekspress (kereta bandara) yang kalau ga salah sampai 50RM. Untuk nyari loket bus, dari lantai kedatangan jalan mengikuti sign yang ada tulisan “BUS” lalu turun 2 lantai pakai lift ke lantai yang ada tulisan “Transportation Hub” jalan dikit nemu loket-loket tinggal pilih yang tujuan KL Sentral dan busnya ada diluar dengan no tempat antrian masing masing.

Kalau naik bus pas sampai keluarnya di kanan kiri eskalator lalu naik eskalator ke Nu Sentral

Perjalanan sekitar sejam sampai di KL Sentral tepatnya di basement, kita tinggal naik dan naik ke arah mall Nu Sentral karena hotel kami di sekitar depan situ. Rata-rata hotel disini merupakan hotel minimalis untuk backpaker makanya tak heran kalau di sekitarnya juga banyak mini market, restoran atau bahkan tempat pijat.

Setelah istirahat bentar, kami bergegas menuju lokasi wisata sejuta umat di Kuala Lumpur apalagi kalau bukan KLCC Twin Tower. Bisa dibilang transportasi di KL tuh mudah banget, apalagi saya sudah familiar dengan KRL di Jakarta jadi mudah membaca peta LRT apalagi disetiap stasiun juga dillengkapi sign/tanda yang informatif. Setelah puas dengan foto sana sini, kami masuk ke mall KLCC untuk nyari makan malam dan berakhir dengan makan di foodcourt bagian Jejepangan gitu tapi lupa namanya karena sudah lapar banget dan lupa mau foto lokasinya.

***

Matahari belum tampak tapi kami sudah nunggu di depan sebuah mall besar di daerah Imbi. Mau ngapain sih kami ini? nyari diskonan akhir tahun? Bukan, kami kesini karena mau ke lantai 8 Berjaya Times Square untuk beli tiket travel ke Cormal Tropicale yaitu resort yang bentuk bangunan ala ala Perancis gitu. Hanya sayangnya karena tempat ini pada dasarnya adalah resort/hotel jadi memang susah transportasi kesana. Satu satunya opsi kecuali pakai kendaan sendiri adalah pakai travel yang tiket PP nya 60RM. Lumayan mahal sih tapi namanya sudah sampai disana mau gimana lagi. Begitu pintu mall buka, kami langsung menuju lantai 8 dan yang kami temui adalah pertokoan kosong. Sempet muter muter nyari tempat yang dimaksud dan setelah ketemu tulisannya kayak gini…

Kenapa di blog blog yg pada nulis tentang Cormal ga ada info ini kisanak??? Apa karena itu per 1 Juni 2018?

Kampret kan sudah nunggu sedari pagi ternyata tempatnya tutup pada hari Minggu. Rencana pun kembali seperti awal kami balik ke KL Sentral untuk nyari bus yang ke Genting…tiketnya masih ada tapi…untuk…

Jam 2 siang???

Tak mau rugi waktu kami memilih pakai Grab kena charge 90RM tambah toll jadi hampir 100RM. Ternyata kami kena kemahalan karena saya milih tujuannya kejauhan di Mall Gentingnya, harusnya cukup ke Awana Skyway (kereta gantung untuk ke atas). Yoweslah rejekine pak sopirnya.

Ga mau mengulang kesalahan yang sama, kami langsung beli tiket bus (4.9RM) buat balik nanti malamnya eh hanya ada yang jam 18.00. lebih dari itu sudah habis. Ujian sebenarnya baru datang kemudian. Kami lupa satu hal penting. Ini adalah liburan akhir tahun yang mana dimana mana sedang libur juga.

Waktu untuk ngantri dari beli tiket naik sekitar 1,5 jam sampai bisa naik kereta gantung sekitar 10 menit dan pas kami naik hujan turun tanpa ragu ragu. Harga tiket kereta gantung 7RM sekali naik atau 14RM untuk PP. Tak banyak waktu yang kami punya di atas karena melihat antrian buat turun juga sangat panjang sehingga tentu butuh waktu lama juga untuk antri turun apalagi di luar hujan sehingga kami hanya sempat lihat-lihat mall saja. Berfaedah sekali hari ini maseeeee.

***

Cormal Tropocale pun kami coret dari list yang harus dikunjungi. Daripada hanya buang buang waktu yang belum tentu ada tiket travelnya kami memilih mengunjungi Batu Caves. Batu Caves ini sebenarnya searah dengan Genting dan Cormal Tropicale, kalau pakai sewa mobil sih bisa 3 tujuan ini dalam sehari tapi pas saya googling rata rata sewa harian sama sopirnya paling ga 400RM++ atau sekitar 1,5 juta. Mahal coi bandingkan sama di Bali yang 500k sudah puas keliling 12 jam. Tapi ya namanya lain ladang lain belalang lain warung lain jualan.

Siangnya kami mengunjungi Pasar Seni dan sebuah toko coklat dekat Bukit Bintang. Harga coklat di Pasar Seni rata rata setengah harga dibanding di toko coklat itu karena selain kualitas, toko itu juga jadi tujuan wisatawan, tahu kan kalau pas masuk toko suka ditempelin nomor buat ngitung komisi guide dkk.

Malamnya kami mengunjungi Jalan Alor yang tersohor dengan kulinernya. Di sepanjang jalan dai ujung ke ujung kami hanya menemui 2 warung yang kami yakin halalnya, kalau yang lain kok agak wikwik gimana gitu. Warung pertama sudah penuh pengunjung jadi kami makan di warung yang kedua. Setelah ngobrol sama mbaknya yang jaga ternyata orang Cilacap lahdalah. Sebelahnya yang jualan buah orang Surabaya. Lah kok kayak ga lagi di negeri orang jadinya.

***

Pagi pagi kami sudah check out dan titipin tas ke hotel karena masih mau ke lapangan Merdeka. Untuk kesana tinggal naik kereta ke Masjid Jamek stasiun jalan dikit nyeberang pakai jembatan dan sampailah di area lapangan Merdeka dan Galeri Museum di sebelahnya. Kalau saya bilang sih Museumnya ga ada apa apanya, sedikit banget isinya. Karena waktu masih cukup lama kami pergi ke taman KLCC untuk ngadem karena siang ini panasnya sangat menyengat. Sekitar jam 1 siang kami balik ambil tas dan menuju ke bandara dan balik ke Pontianak.

Jalan Jalan Ke Kawah Putih Ciwidey

Beberapa tahun lalu ketika saya mengunjungi Tangkuban Perahu di sekitar Lembang, terbersit keinginan untuk sekalian mau ke Kawah Putih. Setelah sedikit banyak mencari info di gawai saya, kayaknya ga bisa untuk kesana sekalian secara Kawah Putih itu lumayan jauh di Bandung Selatan. Apalagi jika kesananya mau menggunakan angkutan umum, lebih tidak memungkinkan lagi karena waktu saya ke Bandung hanya Sabtu Minggu saja.

Kemaren keinginan itu terwujud juga, jadi karena ada libur di hari Jumat jadi saya bisa sedikit lebih nyantai kalau mau nyoba ke Kawah Putih dengan naik kendaraan umum.

Dari hotel tempat saya menginap di Bandung, Gojek menjemput saya karena sebelumnya sudah saya panggil lewat aplikasi di gawai saya. Tak nyampai 15 menit, jarak antara sekitaran Jalan Merdeka ke terminal Leuwi Panjang sudah terlewati. Karena hari ini akan menjadi hari yang panjang, saya menyempatkan diri sarapan kupat tahu di dekat pintu masuk terminal. Rasanya sih tak seenak di Magelang sana tapi cukup untuk mengobati rasa lapar sekaligus rasa kangen saya dengan Magelang.

Dengan perlahan saya menyusuri terminal Leuwi Panjang untuk mencari angkutan yang ke arah Ciwidey. Beberapa tukang ojek menawarkan diri untuk membawa saya kesana tapi saya menolak karena saya memang ingin mencoba merasakan angkutannya. Beberapa orang yang saya tanya mengarahkan saya ke arah antrian elf elf yang secara kasat mata sudah lusuh. Sedikit tak yakin muncul dalam benak saya, kok gini amat ya elfnya.

Saya lebih keheranan lagi saat sang supir mulai menata kami – yang kali ini ditata seperti barang dagangan- pepet sana sini sampai mentok penuh. Rupanya ini harga yang harus saya bayar untuk rasa penasaran saya. Perjalanan selama lebih dari tiga jam bukan merupakan perjalanan yang sebentar dalam kondisi kaki bahkan ga bisa dilurusin. Akhirnya penderitaan ini berakhir ketika elf memasuki terminal Ciwidey.

Belum, saya belum nyampai Kawah Putih. Dari terminal ini mesti nyambung lagi dengan angkot warna kuning kurang lebih setengah jam sampai di pintu gerbang Kawah Putih. Supirnya minta ongkos Rp15.000. kok rasa rasanya ga bener, la elf yang sepanjang itu jaraknya ke Ciwidey aja ongkosnya juga Rp 15.000. tapi yasudahlah. Saya pun memasuki gerbang kawasan Kawah Putih.

Fyi kendaraan berupa mobil bisa parkir di dua tempat yaitu kawasan atas dengan kena charge Rp150.000 per mobil atau bisa juga diparkir di area gerbang masuk. Nanti dibawah kita beli tiket Rp15.000 plus Rp20.000 untuk naik kendaraan ontang anting yang akan membawa ke area kawah. Pas saya beli tiket mbak yang jaga meminta saya pakai uang pas karena ga ada kembalian. Agak ga make sense sih secara obyek wisata dengan pengunjung ribuan ketika musim liburan apalagi itu pas libur weekend panjang kok nyipain kembalian aja ga ada. Terpaksa saya harus mundur bentar dari antrian untuk nyari nyari duit di tas biar pas Rp35.000.

Hal berikutnya yang bikin saya kurang sreg adalah supir ontang antingnya yang cenderung ugal ugalan, okelah dia orang setiap hari PP naik turun disitu sehingga jam terbangnya sudah tinggi tapi kan bukan berarti sisi keamanan dan kenyaman penumpangnya diabaikan.

Dua hal tak menyenangkan tadi akhirnya terbayar saat saya sudah sampai di area kawah. Pengunjung hari ini buanyak banget nget nget. Rasa rasa hampir semua spot di area kawah penuh dengan orang. Ternyata area tengah kawah yang buat foto foto itu mesti bayar lagi. Duh duh. Saya memilih foto foto di pinggir ajalah yang relatif lebih sepi orang.

Setelah puas di kawah, saya kembali turun naik ontang-anting lalu naik angkot warna kuning saam seperti sebelumnya untuk ke Situ Patenggang. Situ ini letaknya masih sederetan sama kawah tapi kira kira jaraknya 3kiloan. Dan si supir minta Rp15.000 lagi mentang mentang itu area wisata. Hih.

Situ Patenggang nih sepintas kayak lokasi film apa gitu yang pernah saya tonton jadi kayak danau dengan ada pulau kecil di dalamnya. Areanya adem cocok buat berleyeh leyeh males malesan.

Karena saya ga mau kemalaman nyapai di Bandung jadinya saya tak lama di Situ. Saya balik dengan menaiki angkot ke terminal Ciwidey dan naik elf durjana itu. Di tengah jalan sekitar Soreang, elfnya mogok.

Halah ada ada aja ini.

saya pun memilih pindah angkot Soreang-Leuwi Panjang warna ijo yang secara kasat mata lebih manusiawi untuk mengangkut orang haha. Sekitar waktu Isya saya sampai di Bandung Kota.

Sumba Hari Keempat : Air Terjun Waimarang, Tana Tarara, dan Pantai Walakiri

Seharusnya tujuan kami pagi ini adalah air terjun Tanggedu, tapi karena efek hujan, jalanan menuju kesana tidak bisa dilewati sehingga tujuan pun diganti menjadi Air Terjun Waimarang. Rupanya guide kami pun hanya ingat ingat lupa dengan air terjun ini sehingga kami sempat kesasar waktu kesana, untungnya ada mama mama yang lewat yang nunjukin jalan yang benar #laluinsyaf.

Sekitar beberapa ratus meter dari lokasi parkir mobil itu, ada jalan yang yang berair yang artinya berisiko membuat mobil selip. Jadi mobil mobil yang pada mau ke lokasi pada saling nunggu biar kalau kena selip ada yang bantuin dorong. Untungnya pada akhirnya semua lancar melewati jalan ini.

Untuk menuju ke air terjun Waimarang kami harus trekking dulu sekitar setengah jam tapi karena rombongan kali ini lumayan banyak jadi trekking kali ini tidak terlalu terasa karena bisa sambil ngobrol sana sini dengan pengunjung lainnya. Beberapa bu ibu memilih tidak ikut trekking dan menunggu di parkiran.

Screenshot_2018-04-28-21-55-26_com.miui.videoplayer_1524927413615.jpg

Mulai trekking ke bawah

Screenshot_2018-04-28-21-54-51_com.miui.videoplayer_1524927392325.jpg

Tebing yang ini curam banget mana licin karena habis hujan

Baru sampai ke lokasi, gerimis datang lagi dan itu tak menyurutkan semangat kami. Satu persatu kami menuju air terjun karena air terjun ada dibagian atas (perlu sedikit merambat dari samping dinding air terjun).

Duh netizen..demi apapun air terjun ini syakep sekali…cenderung eksotis malah. Jadi dibagian bawah ada air melingkar kayak mangkok gitu terus dibagian atas baru ada air terjunnya. Kalau yang mau menguji adrenalin bisa mendaki ke atas lewat tebing lalu meluncur ke bawah. Gw? Ga gw ga ikut begitu, melihat yang lain aja sudah senang gw mah #ngelesdotcom

Screenshot_2018-04-28-21-44-50_com.instagram.android_1524927178270.jpg

Karena susah buat bawa kamera atau hape jadi foto ini ambil di IG orang 🙂

Biasanya tuh kalau pergi pergi baliknya kan terasa lebih ringan, eh yang ini trekking baliknya rasanya capek bener karena tanahnya tuh pada nempel di sandal jadi trekking baliknya bikin capek.

Sambil istirahat kita makan siang yang dilanjut dengan foto foto di padang ilalang #inipenting

Tujuan kedua kita hari ini adalah bukit Tana Tarara, lokasi syuting film Marlina Sang Pembunuh Empat Babak. Eh itu film yang mana sik? Ga tahu, itu juga kata guide gw.

IMG_20180217_154331_HDR.jpg

Sang pawang hujan sedang beraksi

IMG_20180217_155602_HDR.jpg

Memandang kejaiban bukit Tarara

IMG_20180217_161019_HDR.jpg

Nyantai aja kali Belanda sudah jauh

Sedikit banyak bukit ini mirip dengan Wairinding. Dah gitu aja.

Pantai Walakiri adalah tujuan kita yang terakhir, pantai ini lah yang membuat gw bikin ngebet pengen kesini, coba deh search di IG tentang pantai ini…wih bagus bagus bener. Apalagi kalau sedang musim kemarau…eksotis banget. Di pantai ini juga banyak bintang laut.

Screenshot_2018-04-28-21-55-50_com.miui.videoplayer_1524927613557.jpg

Bintang laut di pantai Walakiri

Oiya untuk kain Sumba Timur  di penginapan kami banyak tersedia tetapi karena harganya lumayan jadi cukup lihat lihat aja deh. Padahal sebenarnya pengen, lihat deh kain kain di bawah ini. cakep cakep bener warnanya.

IMG_20180218_075551_HDR.jpg

Orang lokal sedang merajut kain Sumba

IMG_20180218_075319_HDR.jpg

Mel dan kain Sumba

IMG_20180218_093159_HDR.jpg

Bandaranya kecil sekali

Di hari kelima kita hanya mengunjungi bukit Persaudaraan karena bukit ini letaknya dekat banget sama bandara jadi kelar dari sini langsung deh kita didrop di bandara Umbu Kunda Mehang. Ah cepet bener liburan ini selesai. Sumba you are rocks 🙂