Belajar dari Kasus Korupsi untuk Perbaikan Kehumasan Pajak

Di sela sela ngelarin kerjaan yang monoton itu, saya nyambi nonton stasiun TV yang lagi beritain kasus korupsi e-KTP (pantes aja KTP saya sudah 7 bulan ga jadi juga karena selalu dibilang habis blanko). Sebagai anggota ASN dan juga masyarakat, saya sendiri kok merasa malu, susah susah masyarakat bayar pajak, susah susah pegawai pajak himbau sana sini biar pada daftar, bayar, dan lapor, eh ujung ujungnya ada kasus gini. Belum lagi kasus korupsi lainnya.

Terus saya jadi bingung. Gini, kan Undang-undang anti korupsi itu sudah ada dari tahun 1999 (mulai dipakai tahun 2000) yang artinya sudah 17 tahun, sudah ga bau kencur lagi berarti. 17 tahun adalah waktu lebih dari cukup untuk kita berpikir ulang. Dari hari ke hari kasus korupsi bukannya makin sedikit malah makin banyak. Oke logikanya mungkin ada dua. Pertama, dulu mungkin kasus korupsi itu ga kedeteksi makanya sekarang kelihatannya banyak padahal dulu juga banyak cuman ke data aja. Kedua, atau memang pada dasarnya kasusnya makin banyak. Kira kira mana logika yang benar?

Teman-teman ingat ga kenapa VOC (badan usahanya kompeni) bisa sampai bubar? KORUPSI. VOC yang sukses lahir batin memeras kekayaan bumi kita di masa lalu harus menyerah pamit pada korupsi. Dan sayangnya setelah 350 tahun kompeni bercokol di tanah air kita ini, meninggalkan bom waktu yang sekarang ini kita hadapi, Korupsi. Tentu kita tak mau bukan, negara yang kita cintai sampai akhir hayat ini akan bubar jalan?

Saya bahagia menjadi ASN ketika Kemenkeu sudah menjalani reformasi birokrasi walau tak dipungkiri kasus korupsi terkait Kemenkeu masih beberapa kali terjadi. Yah yang namanya proses tentu perlu waktu. Kita perlu terus belajar untuk membenahi setiap kesalahan yang telah terjadi. Bukankah kita (yang muslim) diwajibkan belajar dari kita lahir sampai liang lahat.

Beberapa kali saya kepikiran, kenapa ya ketika ada kasus korupsi terjadi, tidak sekalian mereka yang terlibat juga diusut kewajiban pajaknya. Kita kan sering dengar si tersangka X punya aset A ini disini, punya B disana, punya C di sono, dan aset lain-lainnya. Kan lebih elegan jika kita dengar berita gini…

pemirsa… tersangka X memiliki aset berupa rumah di kota A dan menurut instansi pajak yang kami konfirmasi, X ternyata belum melaporkan rumah ini dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilannya padahal rumah ini sudah dimiliki X sejak lima tahun yang lalu, akankah instansi pajak mengenakan pidana karena X juga tidak mengikuti program pengampunan pajak?…

Kalau gini kan bisa jadi cara edukasi ke masyarakat. Pertama, masyarakat jadi tahu apa itu pajak penghasilan, tahu konsep SPT itu apa, tahu kalau pajak itu bukan cuma soal berita negatif di TV. Sudah saatnya menjadikan setiap kesempatan sebagai peluang untuk mempromosikan pajak sebagai sumber utama APBN.

Jika ada fit and proper test pejabat, tanyakan sudah punya NPWP belum, sudah bayar dan lapor SPT belum, sudah TA belum? Dan pertanyaaan pertanyaan lainnya. Mereka mau jadi bagian dari penyelenggara negara sudah sepatutnya dipertanyakan penuhan kewajiban mereka kepada negara.

Oke ini cuma sekelebat pemikiran diantara nunggu bos manggil buat nanya kerjaan, jangan dianggap serius, karena Serius sudah bubar. Betul tidak???

5 thoughts on “Belajar dari Kasus Korupsi untuk Perbaikan Kehumasan Pajak

Pengunjung yang baik meninggalkan jejak berupa komentar :)