Hola, aga kareba?
Rejeki tak kan kemana, mungkin gitu kali ketika gw disuruh ikut ke Makassar untuk urusan kerjaan. Apalagi kesananya untuk urusan ke kantor gw yang dulu. Kebetulan sih, secara gw sudah hampir empat tahun meninggalkan kantor itu untuk kuliah lagi. Itung itung napak tilas #behhh macam apa aja sik
Karena Senin (12/12) kemaren tanggal merah jadi gw sempetin pulang kampung dulu ke Magelang selama tiga hari. Nah selasa jam 3 pagi gw sampai kosan langsung packing ulang untuk ke Makassarnya. Kami (gw dan temen-temen kantor) janjian mau berangkat ke bandara jam 5 makanya kelar packing gw selonjoran karena masih pegel dari semalam di kereta.
Kringggggggg….

Simbok…piye iki. Inyong ketiduran
Gw kaget sekaget kagetnya, ngeliat hape ada miscall dari Reni-temen gw- sekitar 8 kali. Alamak gw ketiduran dan itu sudah hampir jam setengah 6 pagi. Reni telpon lagi dan bilang sudah bareng Aji nungguin dekat kosan gw.
“Bentar ya tungguin 10 menit palingan” kata gw padahal gw masih belum mandi. Langsung gw samber handuk dan mandi secepat kilat.
Saking buru-burunya, gw ga sempet bawa toiletries buat packing ke tas langsung ngacir nyamperin Reni dan Aji di dekat kosan yang udah nungguin bareng abang Grab. Habis itu kita nyamperin Husni ke apartemennya. Habis semua ngumpul baru kita meluncur ke bandara. Beruntung jalan tol masih sepi jadi perjalanan ke bandara lancar jaya. *gw ga jadi merasa bersalah karena ketiduran wakakaka*

Woyo woyo jalanan sepi
Baru kali ini gw naik pesawat Batik Air, dari semua maskapai yang ada di Indonesia hanya Batik yang belum pernah gw coba. Kalau Lion yang notabene saudaranya Batik sudah lumayan sering. Ternyata nyaman juga lo naik Batik, pesawatnya masih baru, ada layar juga kayak di Garuda, space antar penumpang juga lumayan, dapat makan siang, dan yang pasti ga pakai acara delay. Syukur deh kalau keluarga Lion ada yang oke gini. *bukan paragraf berbayar*.
Hampir setengah perjalanan gw tertidur karena malam sebelumnya gw ga bisa tidur di kereta. Baru kebangun ketika ada pengumuman sudah mau landing di Bandara Sultan Hasanuddin. Kita langsung menuju kantor gw yang dulu ngurus kerjaan.
Karena urusan kerjaan bisa diselesaikan seharian, gw sama temen temen masih punya waktu dua hari untuk main-main di sekitaran Makassar. Pertama, gw ajak temen-temen kulineran makan Konro (Iga) Bakar Karebosi. Ada dua jenis yang tersedia yaitu bakar dan sop, kita pesan masing iga bakar buat 5 orang dan pesan seporsi sop Konro buat bareng-bareng. Rupanya makan siang yang kesorean ditambah cuaca lagi gerimis bikin Konro yang terhidang cepat berpindah ke perut.

Iga bakar Karebossi

RM Lae lae
Setelah urusan perut kelar, kita baru meluncur ke hotel di sekitar Losari. Malamnya setelah istirahat sebentar di hotel, kita berencana makan malam di rumah makan seafood ke rumah makan Lae-Lae. Karena Makassar itu daerah pesisir, jadi ikan disini masih seger.
Khasnya ikan bakar di Makassar adalah ikan dibakar tanpa dikasih bumbu jadi rasanya masih otentik. Nah kalau mau ada rasa-rasa sudah disediakan 3 jenis sambal dengan rasa yang berbeda untuk dicocol sesuai dengan selera masing-masing.
***
Desember bukan waktu yang tepat buat jalan-jalan, begitulah kesimpulan kami. Dari pagi buta sampai siang gerimis-hujan-reda-gerimis lagi-hujan lagi begitu seterusnya. Gw bingung mau ngajak temen gw kemana karena cuaca ga juga membaik. Sampai agak siangan cuaca mulai cerah dan kita memutuskan untuk nyeberang ke pulau Samalona buat snorkling.
Baru juga keluar hotel sampai di sekitaran Losari ada bapak bapak nawarin perahu buat nyeberang ke Samalona. Fyi kalau mau nyeberang ke Samalona biasanya lewat pelabuhan ikan di depan benteng Rotterdam (ada dua tempat). Nah kalau bapak ini nawarinnya langsung dari Losari berangkatnya jadi kita ga perlu jalan/ngangkot ke pelabuhan ikan.
Bapaknya nawarin juga kalau mau ke pulau Kodingare. Dulu sih waktu masih tinggal disini, gw belum pernah ke pulau yang itu tapi bapaknya nawarinya mahal bener Rp800.000, kalau mau ke Samalona Rp500.000 jadinya kita memilih tetep ke Samalona aja, dengan sedikit nawar kita dapat harga Rp400.000 untuk PP.
Perjalanan dengan perahu ke pulau sekitar 20 menit. Ombak cukup besar karena sedari pagi cuacanya kurang bagus. Baju yang gw pakai pun hampir basah semua kena ombak. Damn.
Begitu sampai pulau Samalona dan turun, bapak supir perahunya bilang gini,“mau ga dianterin ke spot snorkling pakai perahu hanya 3 menit dari sini?”.
“Kayaknya ga deh pak, kami mau snorkling di belakang pulau ini aja” kata gw.
“Belakang pulau ini cuma batu batu ga bagus buat snorkling, kalau diantar pakai perahu nanti ke tempat yang bagus dan ombaknya tenang” kata mas-mas yang juga menyambut kami pas sampai.
Akhirnya kami mengiyakan toh perahunya juga udah disewa.
Mas-masnya satu maju menawarkan diri jadi guide untuk snorkling biar aman katanya. Jasanya Rp150.000. Mas-mas yang pertama juga meyakinkan untuk pakai guide sama gopro.
“Jadi guide udah sama foto ini harganya?” gw nanya. “iya” jawab guidenya. “oke deh kita pakai guide pak”. Mas-mas guide pergi ganti baju.
Nah mas-mas yang bawa gopro nawarin lagi gopronya. Lha gimana sih ni orang. Pengen gw tabok juga lama-lama. Dongkol juga gw. Akhirnya kita nolak pakai gopro.
“Tasnya taruh sini aja”Kata supir perahunya nunjukin kayak balai-balai kayu. “Bayar ga pak?” Reni nanya. “ga”jawab dia.
Okelah kami siap naik perahu sebelum kami dibuat badmood lagi. “Minta uang uang buat beli solarnya ya” kata bapak sopir perahunya.
“Terus mau sewa tangga ga untuk naik turun pas snorkling, jadi solar Rp50.000 tangga Rp50.000”dia ngelanjutin.

Arghhh….bapake sableng.
Sumpah emosi gw udah diubun-ubun. Gw merasa dikerjain habis habisan. Gw udah snorkling di beberapa tempat dan baru kali ini gw denger tangga pun diitung terpisah sewanya, belum lagi perahu yang katanya sudah disewa masih minta duit buat solar. Kepaksa kita iyain dengan sedikit nawar jadi Rp70.000 buat solar sama tangganya. Iuhhhh.
Akhirnya kami pun naik perahu lagi untuk menuju spot snorkling. Dan lagi lagi emosi gw naik. Spot yang diantar adalah spot di belakang pulau yang gw maksud pas datang. Kan kampret kalau begini.
Gila…
Gw mencoba menenangkan diri untuk menikmati snorkling dan lumayan berhasil. Pemandangan bawah lautnya sih biasa banget. Jauh jika dibanding di Lengkuas Belitung, disini ikannya dikit, karangnya juga banyak yang rusak keinjak injak. Empat tahun lalu sih kayaknya bagus bagus aja.
Bapak guidenya nawarin liat keramba yang kata dia ada ikan Hiunya. Kita okein dan pas sampai pinggir pantai, gw bahkan ga minat mendekat.
Tahu ga apa yang dia maksud keramba?
Cuma sekotak kecil sekitar 40x40x40 cm buat wadah ikan yang direndam di air. Entah beneran ada ikannya atau ga gw udah ga minat lihat.
Kita memutuskan menyudahi snorkling dan balik ke tempat naruh tas. Pas kita mau balik naik perahu dan bayar alat snorkling dll kita juga ditagih tempat kita naruh tas padahal bapak supirnya jelas bilang ga perlu bayar.
Pak! Bu! Dapat rejeki banyak kalau dengan cara gini ga berkah, yang bayar ga iklas. Saran saya sih terbuka sejak awal ke pengunjung, usaha jasa itu sedikit banyak dipengaruhi getok tular (mulut ke mulut) jadi bagaimana mau menarik pengunjung jika seperti itu terus.
Begitu kita sampai di Losari, hujan deres disertai angin turun. Mungkin alam tahu kita lagi emosi jadi dihujanin biar jadi “dingin”. Yakali cup.
Ping balik: [Makassar] Ke Bantimurung : Kingdom of Butterflies | Kubikel Yusuf