Minggu ini saya ke Semarang lagi. Kali ini dalam rangka Kondangtrip alias kondangan sambil ngetrip. Kebetulan kondangannya di daerah Grobogan, sekitar 2 jam dari Semarang. Untuk beberapa obyek di Semarang sih akhir tahun lalu sudah saya kunjungi. Ceritanya dapat dilihat disini.
Bedanya, kali ini saya juga berkesempatan mengunjungi Candi Gedong Songo dan Pondok Kopi Banaran. Awalnya sih rencana mau naik kereta tapi belakangan berubah pakai mobil dari Jakarta dengan pertimbangan kemudahan pergi-pergi selama di Semarang. Saya jadi inget ketika di Makassar sering ngetrip pakai mobil bukan ngereta.
Singkat cerita, perjalanan Jakarta sampai Semarang sekitar 12 jam. Berangkat habis Magrib dan sampai jam 6 pagi di Semarang. Malamnya sempet makan malam di Tegal. Beneran makan malam karena makannya jam 1 malam. Coba tebak makannya apaan? sate kambing. Sebagai pengikut aliran “diet always starts tomorow” sepertinya tidak adanya salah makan malam kali ini. *elus perut*
Yang gak repot waktu di Semarang waktu mau nyari masjid buat solat subuh sekaligus bebersih badan. Muter sana sini ga ada masjid. Saya sih udah bilang ke driver mobil biar ke Simpang Lima eh malah jadinya masuk ke area RS Karyadi buat mampir ke musolanya. Sedangkan mobil rombongan yang satunya malah ke masjid Simpang Lima.
Setelah bebersih badan cukup barulah kami berangkat ke arah Ungaran karena mau ke Umbul Sidomukti. Lalu kepikiran, kalau ke Umbul Sidomukti ada kah yang mau mandi? Ga ada juga. Akhirnya geser dikit ke Pondok Kopi Banaran. Untuk mencapai tempat ini, trek yang dilalui cukup sulit. Apalagi mobil kami malah masuk jalan setapak mobil – jalan yang cuma cukup buat semobil-. Antara yakin ga yakin mengikuti jalur yang tersedia. Bagaimana sih Pondok Kopi itu? Well biasa banget sih. Cuma resto (kafe) tempat ngopi ya yang sebenarnya bisa kita temui buaaaaaanyak di Jakarta. Harga makanannya juga sama saja kayak di resto pada umumnya.
Spot kedua adalah candi Gedong Songo. Waktu di masih di Kantor, orang kantor sudah bilang ke saya “naik kuda saja, capek kalau jalan kaki ke atas”. Saya sih oke oke saja karena sebelumnya waktu di de Ranch saya ga jadi naik kuda. Tarif untuk berkeliling seluruh area Rp80.000, bisa lebih murah kalau lebih sedikit spot yang dituju, bisa lebih mahal kalau anda keberatan-badan (lebih dari 80 kg).
Dari 9 orang anggota rombongan, 5 orang mau naik kuda. Sisanya memilih mau jalan kaki saja. Saya agak sedikit panik waktu pertama naik kuda. Excited, seneng, panik jadi satu. Apalagi ternyata jalur ke atasnya memang terjal bikin tambah agak panik. Namun lama lama setelah menyesuaikan diri, saya mulai menikmati perjalanan ini dan tiba tiba bressss…hujann. Telo burikkkk.
Baru juga candi pertama yang dituju malah hujan. Oiya meskipun namanya candi Gedong Songo, candinya ga gedong (gede) dan ga ada sembilan spot. Memang candinya 9 tapi ada beberapa yang jadi 1 spot jejer jejer. Ada yang tinggal reruntuhan. Bisa dibilang candi ini merupakan candi yang treknya paling sulit dibanding candi candi lain di Jawa.
Habis foto foto di spot candi sambil berkuda (ceilehhh), guide langsung membawa saya turun lagi ke bawah.
“saya takut nanti hujan lagi mas” kata guide.
“halah, paling akal-akalan kamu aja biar cepet. Orang terang benderang begini kok” saya mbatin.
Begitu saya sampai bawah, bebersih, bayar dan jeder hujan deres, kabut cinta datang. Oalah mase njuk ngapuro wes neting J
Sorenya kami ke Sam Pho Kong, Masjid Agung dan malamnya ke Simpang Lima. Kalau ini sih saya udah semua.
Pagi esok harinya kami menuju grobogan untuk kondangannya. Welah dalah jebul tempat kondangannya itu di dalam hutan. Beneran tempat kondangannya itu ada di melewati hutan jati, blusak blusuk sana sini sampai di padepokan eh padukuhan. Kelar kondangan kami langsung cau ke Jakarta lagi.