Berdasar petunjuk maps dan nanya orang saya sampai juga ke Goa Jepang. Sebelumnya saya mampir ke tempat makan Picak Sikai. Letaknya dekat pintu masuk ke Goa Jepang dan sekitar 50 meter masuk dari jalan raya. Bentuknya berupa rumah sederhana. Saya tahunya tempat ini dari detikTravel tentang kuliner Bukittinggi. Menu utamanya ada dua yaitu Picak (seperti gado-gado), bedanya picak ini pakai rebung dan keripik singkong. Rasanya sama aja kayak kita makan gado-gado. Nah yang spesial adalah menu kedua yaitu Lamang Tapai (ketan tape). Walau secara tampilan sederhana tapi rasanya enak banget.
Perut sudah terisi saatnya beraksi. Saya berlanjut ke Goa Jepang dengan membayar tiket masuk Rp5.000 include ke Puncak Panorama. Kalau mau ke puncak Panorama dari pintu masuk kita jalan ke arah kanan melewati para pedagang souvenir sampai lah di menara dari besi setinggi palingan 3 meter. Dari sini kita bisa lihat pemandangan Ngarai Sianok. Sayangnya waktu ini sedang berkabut asap jadi saya enggan naik ke atas. Selain itu banyak monyet di sekitaran situ. Saya balik arah menuju Goa Jepang.
Di pintu masuk Goa Jepang ada serombongan keluarga yang mau masuk. Beberapa memilih ga masuk karena takut. Entah takut karena turun atau takut bayar guide haha. Akhirnya tersisa seorang ibu dan dua anaknya yang mau masuk sedang tawar menawar harga guide. Bapak guide bilang “kalau budget Rp60.000 dari atas nanti bisa tambah tips kalau dirasa puas dengan penjelasan saya”. Serius saya bingung dengan maksud bapak itu. Budget diatas darimana? Bukannya biaya guide itu masuk ke dia semua ya? Apa ada yang harus disetor gitu? Tapi setor kemana? Ah mbuhlah.
Saya pun mulai masuk ke Goa Jepang bareng keluarga ibu dan bapak guide. Di Goa ada beberapa ruangan seperti ruangan amunisi (ada 4 ruang), ruang tahanan, ada lubang tembus ke sungai, dan ada juga ruang penyergapan. Ruang yang lain saya lupa. Yang pasti beberapa ruangan sedang akan dibuat untuk diorama, ruang pamer koleksi dan tempat makan. Ya tempat makan. Tapi tenang kata guide ga jadi dibangun tempat makan ini.
Goa Jepang ini ternyata tembus ke Ngarai Sianok dan Janjang Koto Gadang, jadi saya memutuskan keluar disitu. Saya bayar setengah dari Rp60.000, awalnya saya kasih Rp20.000 karena si ibu kan sama 2 anak masak iya bagi 2 tapi si ibu ikutan ngasih Rp20.000. Yaudah saya tambah, si ibu ikutan nambah. Kesel. Bapak guide minta tambah tips. Bodoh amat, saya tinggal pergi.
Dari pintu keluar goa kita ambil ke sisi kiri sampai diturunan. Sampailah kita di pintu masuk Janjang Koto Gadang. Jarak dari pintu masuk ke Janjang Koto Gadang sekitar 500 meter. Sebelum mulai menanjak kita mesti lewat jembatan gantung. Dari jembatan ini pemandangan Ngarai Sianok bisa kelihatan. Sayangnya lagi berkabut. Di bawah jembatan, di sepanjang pinggir sungai sedang ada proyek pembangunan. Entah mau dibangun apa, apa mungkin mau dibuat ala ala sungai Korea yang pinggirnya buat wisata. Wallahuaklam.
Trek naik lumayan menguras tenaga dan keringat. Kata ibu pedagang dekat jembatan kalau mau balik mending balik ke arah jalan masuk tadi, kalau mau angkot atau ojek dari atas Janjang Koto Gadang ke Bukittinggi jauh sekitar 10 km karena sudah masuk daerah Agam. Yassalam maju jauh, balik kanan juga juga treknya kelok kelok uh ah. Akhirnya saya memilih balik kanan balik masuk ke goa dan keluar lewat pintu masuk goa Jepang.
Di luar goa ada Museum Perjuangan Tri Daya Eka Dharma. Tapi entah kenapa saya males mau kesana. Lebih tepatnya paha saya ngilu habis menanjak sebelumnya jadi males jalan lagi. Bahkan mestinya saya mau ke Rumah Kelahiran Bung Hatta tapi ga jadi. Saya memilih jalan ke arah Jam Gadang (lagi). Sebelum sampai kesana saya mampir ke tempat makan namanya Baroena Warung Kopi dan Mie Aceh. Saya mencoba teh Talua (teh pakai telur ayam). Ternyata enak juga tehnya.
Setelah itu saya mau ke Masjid Raya Bukittinggi. Kalau di Jawa kita biasa lumayan mudah mencari masjid raya karena biasanya dekat alun alun dan pasar. Nah masjid ini juga gitu arahnya dari Jam Gadang jalan ke arah Pasar Atas mentok sampai nemu masjid ini. Setelah sholat Ashar lantas saya balik ke penginapan.
***
Malamnya saya mau nyari nasi Kapau. Kali ini mau yang restoran. Saya baca di forum jalan2.com restoran yang direkomendasikan adalah Warung Makan Simpang Raya sebelah Jam Gadang persis. Saya juga dapat tempat duduk di lantai dua pas menghadap ke Jam Gadang. Saya pesan nasi kapau dengan gulai Ikan Kakap yang ukurannya segede telapak tangan. Makan enak dan pemandangan Jam Gadang, priceless moment banget. Harga makannya juga murah cuma Rp23.000 untuk nasi dengan gulai kepala ikan kakap dan teh manis. Di sebelah meja saya ada serombongan bule yang lagi makan juga. Lucu deh liat bule pada makan nasi padang pakai sendok, terus muka mereka pada bingung cara makan lauk pauknya haha.
Karena hari itu malam Minggu, area Jam Gadang rame banget. Segala macam orang ada. Pengunjung, pedagang, pengamen, komunitas satwa ular dan macam macam orang tumpah ruah malam itu. Saya malah kepincut beli akik. Setelah puas bermalam Minggu disitu baru saya balik ke penginapan.
Ping balik: Bukittinggi Nan Menggoda Untuk Dikunjungi Part 2 | Kubikel Yusuf
Ping balik: Menikmati Pesona (Asap) Lembah Harau dan Kelok 9 Payakumbuh | Kubikel Yusuf
Janjang Koto Gadang emang bagus, tp naik turunnya emang curam bgt, bikin lutut berasa mau copot 🙂
SukaSuka